Jarak 2 mil laut itu kami tempuh dalam waktu dua jam, karena harus melawan ombak, menghindari kelompok ikan hiu dan pantai yang curam sehingga harus sedikit mengubah haluan.
Ketika kami mendarat di pantai, di sana telah menunggu anggota pasukan yang datang lebih dulu. Bersama dengan mereka kami lalu menyusup ke perkampungan penduduk.
Penduduk yang kami jumpai ternyata tidak bersikap bermusuhan. Laki-lakinya berkulit hitam, bertelanjang dada, berambut ikal dan mengunyah sirih.
Mereka sukar diajak berkbmunikasi dalam bahasa Indonesia. Belakangan baru kami ketahui bahwa kami hanya didaratkan di Pulau Ternate sebagai latihan akhir.
Giliran waktu pendaratan yang sesungguhnya, kami disambut oleh pesawat Neptune Belanda yang dilengkapi dengan bom antikapal selam.
Setiap kali kami akan mendarat, selalu tertangkap radar Belanda dan pesawat Neptune segera datang. Kelak kami ketahui bahwa pulau yang dipakai sebagai check point dilengkapi dengan radar.
Setiap diburu Neptune, kami melarikan diri ke perairan bebas. Sehingga dengan sendirinya selama berjam-jam kapal kami tidak dapat menyembul untuk mengganti udara bersih.
Dalam keadaan demikian, sebagai sumber oksigen digunakan suatu alat yang bisa menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen.
Baca Juga : Waspada Jika Rasakan 3 Hal Berikut ini, Segera Periksakan Ginjalmu!
Alat ini hanya bisa bertahan selama tiga jam dan sesudah itu harus diganti dengan yang baru.
Namun, alat itu tidak bisa membersihkan karbon dioksida secara tuntas. Akibatnya setelah menyelam sepuluh jam kadar karbon dioksida menjadi demikian tinggi sampai dua orang anggota pasukan kami pingsan.
Itu terjadi pada waktu kami dikejar Neptune dan terpaksa berhenti dengan mematikan mesin agar tidak terdeteksi oleh musuh.
Source | : | intisari online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ngesti Sekar Dewi |