Share ya pengalaman kena random sampling dari Imigrasi Singapore, 14 Desember 2017. Diperiksa kurang lebih 2 jam.
Malam sebelum keberangkatan, gw menyiapkan outfit (OOTD) untuk jalan-jalan kali ini, berkaca dari pengalaman ke Singapore sebelumnya, celana panjang joger berbahan katun, T-Shirt dan sepatu kets cocok dipake muter Singapore seharian. Tapi secara gak sengaja, kali ini semua warnanya totally black (baca: pakaiannya, bukan orangnya). Sempet kepikiran "(selain cuaca panas) bakalan masalah gak ya item semua gini?". Tapi ya udahlah, show must go on.
Bismillah. Jadilah jam 7 pagi bertolak dari terminal ferry Batam Centre (BC) menuju Harbour Front (HF), Singapore. Kesiangan satu jam dari jadwal awal, tapi karena temen lainnya udah pada niat juga, hayuk lah! Setelah satu jam melaut, akhirnya sekitar jam 9 (Sg Time), ferry sudah masuk Singapore dan siap bersandar di dermaga HF.
"Nanti begitu kapal mau bersandar, langsung buru-buru ke ruang imigrasi ya, biar ga kelamaan antri di imigrasi". Begitu isi chat yang gw ketik di grup WA khusus trip Singapore kepada tiga orang lainnya yang dibuat khusus untuk jalan-jalan kali ini. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, karena terlalu nyantai saat turun dari ferry dan menuju antrian di ruang imigrasi HF, mengakibatkan proses stamp passport di imigrasi menjadi sekitar 2 jam lebih. Maka untuk kali ini, begitu ferry bersandar sempurna, Kami berempat langsung ngacir menuju ruangan pemeriksaan imigrasi HF.
“I’ll take Him with me” ujar salah satu petugas immigrasi kepada rekannya yang ga sengaja terdengar. "Please, this way Sir. And follow me" ujar pria berseragam biru donker berperawakan India Melayu sambil mempersilahkan gw melewati jalur "khusus" yang sudah dibukanya "spesial" buat gw, artinya gw dipersilahkan untuk keluar memisahkan diri dari arus penumpang yang bergerak menuju antrian imigrasi. Terlihat para penumpang lain belok ke kanan, sementara gw lanjut lurus keluar dari jalur antrian untuk kemudian digiring ke ruang khusus. Gak sempet pulak gw ucapkan kata perpisahan kepada tiga orang teman yang berangkat dari Batam, atau mungkin mereka sudah ikutan belok kanan mengikuti arus penumpang lain.
Setibanya di dalam ruangan yang gak terlalu besar, gw diinstruksikan untuk masuk ke dalam alat tersebut dan dari atas, samping dan belakang, keluar semacam angin diikutin bunyi "Biipp". Perkiraan gw ini adalah alat untuk mensterilkan penumpang dari kuman/bakteri.
Setelah dianggap steril, gw disuruh duduk di meja, dengan posisi duduk mirip interogasi. Officer A1 (OA1, sebut saja begitu) mulai melakukan prosedur pemeriksaan. Passpor gw diperiksa, wawancara seputar tujuan kunjungan, seperti bawa duit berapa? datang sama siapa? Kerja dimana? berapa hari di Singapore? mau jalan kemana aja? Dan terselip pertanyaan yang buat gw cukup mengejutkan karena dilontarkan oleh petugas Imigrasi, “are you Moslem?". Dengan sigap gw jawab "Yes I am". Dan selanjutnya, di depan gw OA1 memeriksa isi HP gw, setelah sebelumnya minta izin terlebih dahululu. "Apaan lagi nih, sampe periksa isi HP segala. Sebelum-sebelumnya gak begini amat, lancar-lancar aja malah", gumam dalam hati. Sesaat gw sadar kalo ini bisa jadi masalah serius. Tapi apa masalahnya? Terorisme? Really?!
Gw ga tau apa yang OA1 liat, apakah gallery foto, kontak, whatsapp, telegram, facebook, instagram, twitter atau lainnya. 2-3 menit melihat isi HP, air mukanya pun agak berubah. Benar saja, OA1 komunikasi lewat radio dan beberapa saat rekannya, Officer B1 (OB1, sebut saja begitu) bergabung ke dalam ruangan. HP gw diserahkan ke OB1 dan gantian OB1 yg sekarang periksa HP gw. Sementara OA1 mengambil selembar kertas dan pulpen. Ya, wawancara masih berlanjut ternyata.
Sebagai pembuka, OA menuliskan tiga buah nama partai di kertas, "Golkar, PDI, Demokrat", dan meminta gw menuliskan nama ketua dari masing-masing political parties tersebut. Setelah gw tulis, dia minta gw berkomentar mengenai parpol beserta ketuanya tersebut. "Ah, buat apa orang ini pengen tau My Political View?", tapi tetap gw jawab juga, sambil berusaha untuk tetap fokus karena sesekali gw melihat ke arah OB1 yang beberapa kali memotret layar HP gw pake kamera HP nya. Oh, OA1 sempat menanyakan soal Ahok, dan bagaimana pendapat gw tentangnya.
Selanjutnya, OA1 tanya "How about Organization in Indonesia, can you mention it?". Pura-pura mikir dan ga ketemu jawabannya, gw jawab "I don't know, can you be more specific?". Dia kemudian langsung nulis "FPI". Dan nanya gw tentang siapa ketuanya, pendangan gw terhadap HRS, apakah gw anggota FPI, apa gw mau bergabung dengan FPI. Ya gw jawab aja apa adanya.
Kemudian dia nulis "NU", dan kembali minta pandangan tentang organisasi ini. Kembali gw jawab sesuai fakta yang ada, kali ini pake Bahasa Inggris campur Indonesia, karena susah jelasin beginian sambil ngomong Londo!
Wawancara berlanjut ke bagian bagaimana pandangan gw soal Islam, dari mana gw belajar Islam, apakah gw ikut semacam pengajian, siapa saja ustad di youtube yang sering gw dengar ceramahnya, dll. Sesekali dia googling di HP nya untuk melihat siapa ustad yang dimaksud dan menunjukan ke gw sambil bertanya "benar ini ustadnya?". Pada poin ini, gw makin yakin kalau gw kena random sampling karena penampilan gw yang berjenggot, dan mungkin pengaruh dari pakaian yang serba hitam-hitam. "Is it my appearance threatening Them? Do I look like a Terrorist?" LOL.
Viral Rumah Dijual Rp 27 Juta di Yogyakarta, Kondisinya Horor dan Bikin Merinding, Akan Dibeli Joko Anwar?