Grid.ID - Belum lama ini, publik dihebohkan dengan peraturan yang kontroversial dari PT KAI.
Peraturan kontroversial itu terkait pernikahan antarpegawai PT KAI yang dilarang tugas di satu wilayah.
Adanya peraturan kontroversial itu membuat sedikitnya 30 pegawai PT KAI mendadak digugat cerai.
Melansir dari laman Kompas.com, jika peraturan direksi tentang pasutri bekerja dalam satu direktorat atau wilayah penempatan yang sama, maka ribuan pegawai PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang berada di Jawa dan Sumatera mengancam akan mogok kerja.
Pasalnya, peratuan direksi tentang peraturan pernikahan bagi pekerja PT KAI yang dikeluarkan pada Maret 2018 lalu itu dianggap melanggar HAM.
Para pegawai merasa keberatan dengan adanya larangan bekerja pada satu wilayah yang sama.
Baca Juga: Bayar Hingga 20 Juta Rupiah, Ratusan Orang Kena Hoax Rekrutmen Pegawai PT KAI
Lantaran, dampak dari larangan tersebut membuat pasutri yang sama-sama menjadi pegawai PT KAI harus dipisahkan.
Seperti pengakuan Ketua Umum Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA), Edi Suryanto tentang adanya pemutasian 150 pasutri pegawai PT KAI ke tempat berbeda.
"Itu melanggar hak azasi, hak azasi yang dizolimi, lagi pula undang-undang tentang itu sudah dicabut Mahkamah Konstitusi," kata Edi seusai menghadiri rapat rencana aksi mogok kerja di Palembang, Jumat (21/6/2019).
Baca Juga: Soal Tragedi Surabaya Membara, Humas PT KAI: Masinis Sudah Berupaya Kurangi Kecepatan
Sebelumnya, para pegawai PT KAI pernah mendiskusikannya, tetapi urung mendapat respons positif dari perusahaan, sehingga mereka memutuskan untuk turun ke jalan.
"Kami sepakat meminta manajamen agar mencabut peraturan direksi.
Jika tidak kami akan turun ke jalan dan mogok ke jalan," ujarnya.
Baca Juga: Viral, Pengantin Gelar Pesta Pernikahan di Tengah Rel Kereta Api, PT KAI Beri Tanggapan
Pasalnya, menurut para pegawai, aturan tersebut membuat semangat kinerja menurun karena harus terpisah dengan keluarga.
Bahkan, akibat peraturan tersebut, sebanyak 30 pegawai PT KAI mendadak digugat cerai, seperti yang diwartakan Tribunjateng.com pada Sabtu, (22/6/2019).
"Laporan yang kami terima ada 30 pasutri korban mutasi harus digugat cerai.
Baca Juga: Kursi Kereta Api Didesain Tak Searah, Jawaban Admin PT KAI Tuai Komentar Pro-Kontra Netizen
Ini sangat memprihatinkan," kata Edi.
Hal ini lantaran pasangan yang dimutasi keluar Jawa tanpa tunjangan semakin terbebani dengan tiket pesawat yang mahal.
Oleh karena itu, untuk bertemu dengan keluarga juga menjadi sulit.
Baca Juga: Pihak PT KAI Meminta Maaf Kepada Pengunjung Yang Hadir di KAI Travel Fair
"Ada pasanagan yang pindah keluar Jawa tanpa tunjangan.
Sedangkan tiket pesawat mahal, ketemu keluarga susah.
Itu pun setahun sekali, kejadian ini tak perlu terjadi jika direksi mengambil kebijakan dengan tidak merugikan karyawannya," ujarnya.
Baca Juga: Dari Karyawan PT KAI yang Jujur Sampai Impor Kereta Api Bekas Jepang yang Terungkap
Selain menuntut pembatalan aturan tersebut, para pegawai juga meminta penyesuaian penghasilan.
Hal ini lantaran dalam PKB antara SPKA dan manajemen PT KAI disepakati penetapan gaji pokok didasarkan pada tabel TDIPIP gaji pegawai negeri sipil yang berlaku dikalikan 110 persen.
Sementara upah pokok pekerja saat ini baru 105,2 persen dari gaji pokok PNS.
Baca Juga: Salut! Pegawai PT KAI Nemu Hape di Gerbong KRL Bekas Kiriman Dari Jepang, Malah Kaya Begini Sekarang
"Artinya, masih ada kekurangan 4,8 persen. Itu semestinya harus disesuaikan, ini juga yang kami tuntut," pungkasnya. (*)
Source | : | tribunnews,kompas |
Penulis | : | Novita Desy Prasetyowati |
Editor | : | Novita Desy Prasetyowati |