Kemudian, Ida bangkit dan mencoba berbicara kepada lelaki beringas di dekatnya dengan bahasa separuh Melayu dan separuh Batak.
Sembari tersenyum Ida berkata, “Mengapa Kamu tidak berkata saja bahwa Kamu akan membunuh dan memakan seorang perempuan tua seperti saya. Saya pastilah sangat sulit dimakan dan alot.”
Ida, dengan gaya pantomimnya, berusaha menjelaskan kepada mereka bahwa dirinya tidak takut apapun.
Bahkan, apabila mereka menginginkannya, dia rela dibawa oleh mereka asalkan mereka mengantarnya ke Eier Tau—Danau Toba.
Kemudian para lelaki beringas dan bertombak itu melepaskan tawa mereka.
Barangkali, kepercayaan diri yang Ida tunjukkan telah membuat suatu kesan bersahabat kepada mereka.
Pada akhirnya, mereka menyambut Ida dengan uluran tangan, dan lelaki bertombak yang melingkari perlahan membuka jalan untuk dirinya.
Ida bersuka cita lantaran terlepas dari bahaya di pedalaman Sumatra. Dia pun berhasil berjejak di tepian Danau Toba dengan selamat.
Ketika peristiwa itu telah dua tahun berlalu, Ida telah kembali ke kampung halamannya di Wina, Austria.
Dia terkejut pada satu pemberitaan dari Hindia Belanda.
“Saya membaca surat kabar yang mewartakan bahwa tiga misionaris asal Prancis di pedalaman Tappanolla, Batak; telah terbunuh dan dimangsa oleh para kanibal ditengah perayaan dengan tarian dan musik.”
Sejatinya kisah suku kanibal di Sumatra telah diwartakan pertama kali oleh Niccolò de' Conti, penjelajah asal Venesia yang berjejak di Sumatra pada awal abad ke-15.
Rumor tentang suku tersebut terabadikan juga dalam catatan lain pada abad ke-19 dari Thomas Stamford Raffles, Friedrich Franz Wilhelm Junghuhn, dan Oscar von Kessel.
Perjalanan Ida ke Tanah Batak mengisi sebagian besar kisahnya tatkala berjejak di Sumatra.
Selama perjalanannya keliling dunia, dia juga mengumpulkan spesimen aneka satwa dan puspa, juga peranti budaya dari tempat yang dikunjunginya.
Buah tangan Ida dari Batak turut menghias Museum für Völkerkunde, sebuah museum etnografi di Wina: Tongkat 'Tunggal Panaulan' sepanjang hampir dua meter. (*)
Artikel ini telah tayang di nationalgeographic.grid.id dengan judul “Kengerian Pelancong Perempuan Pertama di Batak pada Abad ke-19”
3 Shio yang Punya Sifat Tertutup, Sulit Membuka Diri pada Teman Baru dan Lawan Jenis
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ngesti Sekar Dewi |