Mereka, menurut Puspakumari, kebanyakan beroperasi di kawasan Ubud, Denpasar dan di perbatasan Kuta-Denpasar.
"Sekarang lebih sedikit yang beroperasi di Kuta, lebih banyak di Ubud. Sasaran operasinya memang daerah yang banyak wisatawan asing. Kami pernah mendata, penghasilan para pengemis itu antara Rp 6 juta hingga Rp 9 juta sebulan. Karena itu, sulit untuk menghentikan mereka mengemis. Hasilnya banyak," kata Puspakumari saat ditemui Tribun Bali, Rabu (31/1/2018) lalu.
Dinsos Denpasar pernah menemukan seorang pengemis yang membawa tas berisi duit sebesar Rp 4.744.000 saat si pengemis dibawa ke Kantor Dinsos setelah kena razia Satpol PP setempat pada 2017 lalu.
Pengemis itu mengaku mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu minggu meminta-minta.
Bahkan dari keterangan sejumlah pegawai bank di Ubud, para gepeng (gelandangan dan pengemis) yang beroperasi di Ubud rutin menabung ke bank setiap bulan, dengan nominal Rp 2 juta hingga Rp 6 juta.
"Sulit menertibkan. Sekarang ditangkap, setelah dilepas beberapa hari kemudian, mereka beroperasi lagi. Itu karena mereka bisa hidup enak dengan meng-gepeng. Mereka bisa beli handphone, bisa menabung jutaan rupiah setiap bulan," ujar Kepala Dinas Satpol PP Gianyar, Cokorda Agusnawa, Senin (29/1/2018).
Pura-pura Cacat
Menurut Kepala Satpol PP Denpasar, I Dewa Gede Anom Sayoga, di Denpasar lebih banyak pengemis dari luar Bali daripada pengemis lokal (Bali).
"Pengemis di Denpasar kadang ada, kadang tidak. Musiman sifatnya. Kalau kami temukan mereka, langsung kami giring," kata Anom Sayoga kepada Tribun Bali pekan lalu.
Ada yang unik dari pengemis di Denpasar. Mereka, kata Anom Sayoga, banyak yang berpura-pura cacat, bahkan ada yang pura-pura gila.
Segala cara dilakukan untuk membuat masyarakat umum iba kepada mereka.
"Pura-pura stres ada. Kalau yang pura-pura ini kebanyakan dari luar Bali, karena sempat saya cek kapan hari. Kami kan belajar dari kejadian-kejadian yang pernah ditayangkan di televisi. Makanya, kami periksa mereka saat razia. Terbongkarlah kepura-puraan mereka," kata Anom Sayoga.
Penulis | : | Aditya Prasanda |
Editor | : | Aditya Prasanda |