Sementara penertiban penjualan stiker berlogo TNI pada kendaraan non organik dijelaskan pada ST Kasum TNI No STR/803/2005 tanggal 14 Desember 2005.
Oleh karenanya, guna menghindari penyalahgunaan seragam dan atribut TNI, satuan jajaran TNI berhak melakukan penertiban bagi orang-orang yang tidak berwenang, sebagaimana Surat Telegram Panglima TNI No STR/509/2006 tanggal 1 Agustus 2006 yang berisi sebagai berikut :
Melakukan penertiban pemakaian seragam dan atribut TNI yang digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara pribadi atau kelompok sebagai tindakan antisipasi kegiatan yang dapat merugikan instansi TNI;
Melakukan penertiban pencatuman nama TNI dan logo TNI maupun logo yang mirip dengan logo TNI pada yayasan/badan usaha/organisasi yang tidak memiliki ijin dari Panglima TNI;
Menindak tegas masyarakat secara pribadi maupun kelompok yang tidak berhak memakai/menggunakan seragam dan atribut TNI;
Koordinasi dengan instansi terkait dalam pelaksanaannya.
Selain itu, dilansir dari laman hukumonline.com, penggunaan atribut TNI bagi yang tidak berwenang dapat dikenakan pasal 378.
Hal ini lataran penggunaan seragam maupu atribut TNI dan Polisi hanya diperuntukkan bagi jajaran yang terlibat.
Hal tersebut tertuang pada Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2010 tentang Hak-Hak Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 42/2010”) dikatakan bahwa pakaian seragam dinas polisi dikenal dengan sebutan perlengkapan perorangan Polri:
Baca Juga: Artis Ibukota Diciduk Saat Asyik Layani Pria di Kamar Hotel, Polisi Sebut Inisial PA dan Identitasnya
“Perlengkapan Perorangan Polri yang selanjutnya disebut dengan Kapor Polri adalah pakaian seragam dinas dan atribut serta kelengkapannya yang melekat pada perorangan anggota Polri selama dalam dinas aktif.”
Sementara bagi warga umum yang mengenakan atribut TNI dapat dikenakan pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi.
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun." (*)
Source | : | Kompas.com,hukumonline.com,www.tni.mil.id |
Penulis | : | Novita Desy Prasetyowati |
Editor | : | Novita Desy Prasetyowati |