“Sekalipun saya orang Budhis, saya bisa merasakan hikmah yang agung itu dan saya senang,” kata Oka Diputhera, pegawai di Departemen Agama kepada Ekspres.
Oka Diputhera hanya mengkritisi tingkat kebisingan pengeras suara dari masjid untuk kegiatan di luar azan.
5 Kebiasaan di Group WhatsApp yang Tidak Disadari Itu Nyebelin Banget!
Sebab, pengurus masjid seringkali menggunakan pengeras suara di luar azan.
Seperti untuk doa, zikir, dan pembacaan Alquran yang kelewat malam atau jauh sebelum subuh.
Penulis, Ahmad Mathar dikutip Grid.ID dari sebuah wawancara di Historia menceritakan, pengeras suara untuk azan di Jakarta sudah berlangsung antara 1960-1964.
“Di daerah Pasar Minggu, Masjid al-Makmur, masjid besar di sana, sudah pakai pengeras suara untuk azan,” lanjut Mathar.
Tapi tak semua masjid di Jakarta sudah menggunakan pengeras suara ketika itu.
Beda masjid, beda pula waktu penggunaan pengeras suaranya.
Masjid besar semisal al-Azhar, Jakarta, baru menggunakan pengeras suara pada 1970-an.
Padahal masjid itu selesai dibangun pada 1958.
Demikian laporan Panji Masyarakat 1978 ketika memperingati 20 Tahun Masjid Agung al-Azhar.
Kasus menarik lainnya, sebuah masjid di Kebon Jeruk, Jakarta, pernah mengharamkan penggunaan pengeras suara pada 1970-an.
“Karena tidak ada pada zaman Nabi,” kata A.M. Fatwa, koordinator Dakwah Islam Jakarta, kepada Kompas, 12 Januari 1977.
Sementara hari ini, pengeras suara masif digunakan di seluruh penjuru Indonesia, dan pro kontra soal kebisingan pengeras suara di masjid sayup-sayup terdengar di masyarakat, di antara diskusi-diskusi kecil yang digempur berbagai macam kebisingan. (*)
Penulis | : | Aditya Prasanda |
Editor | : | Aditya Prasanda |