Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Manusia memiliki spektrum emosi yang luas, tetapi kita tidak selalu menikmati hal-hal tersebut.
Kecemasan, rasa malu, kecemburuan, dan kesedihan bukanlah perasaan yang ingin kita alami, bukan?
Sehingga mereka memiliki reputasi yang cukup negatif untuk membuat manusia merasa buruk.
Kekhawatiran dan kecemasan meningkat saat ini karena pandemi virus corona, tetapi kita tidak boleh selalu memiliki perasaan yang mengancam yang mampu menguasai diri.
Dilansir Grid.ID dari Insider, seorang psikolog bernama Perpetua Neo menjelaskan beberapa orang memang memiliki kesulitan mengatur emosi.
"Orang-orang dengan gangguan kepribadian ambang memang kesulitan mengatur emosi mereka, tetapi bagi kebanyakan dari kita, kita bisa," kata Neo.
Baca Juga: Prilly Latuconsina Ungkap Miliki Kebiasaan Aneh untuk Mengatasi Emosi Negatifnya
Tetapi yang jadi permasalahan adalah kita tidak menyadari bahwa kita dapat mengatur diri kita sendiri.
Jika kepanikan, kecemasan, atau perasaan apa pun yang kita rasakan terus meningkat, kita dapat dengan mudah membiarkan pikiran kita ke arah negatif.
Orang sering mencoba bersikap terlalu rasional, hal ini karena mereka tidak ingin membiarkan emosi mereka mengambil alih dan bereaksi berlebihan atau menangis sepanjang waktu.
Baca Juga: 5 Tips Kontrol Emosi saat Disiplinkan Anak, Psikolog: Jangan Pernah Gunakan Kontak Fisik
"Seluruh lingkaran setan inilah yang terjadi ketika kita menekan perasaan kita. Pergeseran perspektif akan menentukan bagaimana emosi kita dapat bermain bersama dengan rasionalitas. Hal ini sebenarnya bekerja jauh lebih baik," jelas Neo.
Kamu tidak akan menikmati setiap emosi, tetapi dimungkinkan untuk belajar membingkai ulang pikiran dan bekerja dengan perasaan, bukan melawannya.
Berikut adalah lima emosi yang kita anggap negatif serta bagaimana kita dapat belajar mengolahnya untuk kebaikan.
Baca Juga: Sangat Terpukul Kehilangan sang Ibunda, Rizky Febian Perlahan Bangkit karena Pesan-pesannya
1. Kemarahan
Jika kamu marah, itu sering karena merasakan ketidakadilan.
Orang yang lebih muda cenderung memiliki banyak kemarahan.
Tetapi seiring bertambahnya usia, kamu mungkin mendapati tidak memiliki dorongan untuk menjadi sangat marah seperti dulu.
Kamu tetap bisa marah, namun menyalurkannya dengan benar.
"Kemarahan adalah bahan bakar yang hebat untuk menciptakan rasa keadilan. Jadi tanyakan pada dirimu sendiri, apa ketidakadilan dalam hal ini? Jika ini adalah ketidakadilan yang nyata, apa yang bisa saya lakukan?" sambung Neo.
Kita semua memiliki setan kecil dan selalu layak untuk dipahami apa sumber dari kemarahan ini, sehingga kamu dapat mengatasinya.
2. Kegelisahan
Kegelisahan berkembang pada manusia untuk mengajarkan kita kapan harus mundur dari situasi konflik.
Hal ini awalnya adalah reaksi alami tubuh dan respons pertarungan atau pelarian yang memperingatkan bahwa kita dalam bahaya.
Namun, reaksi tersebut telah membawa kita ke kehidupan modern walaupun kita tidak memiliki begitu banyak hal yang harus dihadapi.
"Tubuh kita tidak disesuaikan dengan sumber kecemasan modern," kata Neo.
"Jadi apa yang terjadi adalah otak kita hanya menjadi overdrive dengan kecemasan".
"Kamu harus bertanya pada diri sendiri, apa ini mengundang saya untuk berubah dalam hidup saya? Apa yang ada dalam diri saya yang saya butuhkan untuk menjauh dari, yang menyebabkan saya menjadi tertekan dan takut?" ujarnya.
Baca Juga: Bisnisnya Merugi, Anang dan Ashanty Rumahkan 200 Pegawainya Serta Potong Upah Mereka, Ini Alasannya!
Seringkali itu adalah hal yang sangat mengobsesimu, seperti hubungan yang buruk.
Intinya, tubuh kamu yang menyuruh keluar dari situasi itu.
"Ketika kamu mengalami serangan panik, apa pikiran pertama yang muncul di kepalamu? Karena pikiran ini adalah apa yang coba dikatakan tubuhmu, aku tidak aman, aku terjebak. Hal itu mencerminkan apa yang terjadi," jelas Neo.
3. Kecemburuan
Kecemburuan adalah emosi yang rumit, tetapi pada dasarnya adalah undangan untuk bertanya pada diri sendiri apa yang tidak kamu sukai dalam suatu situasi.
"Kita cenderung lebih cemburu pada orang yang lebih mirip dengan kita," katanya.
Merasa cemburu bukan berarti kamu orang jahat, tetapi itu bisa menimbulkan kebencian.
Cara terbaik untuk membingkai ulang kecemburuan adalah melalui kejujuran dan bertanya pada diri sendiri, "Bagaimana saya bisa sampai ke tempat yang saya inginkan?".
"Jika saya cemburu pada teman saya berdasarkan apa yang dia posting di media sosialnya, dapatkah saya benar-benar objektif tanpa mengharapkannya buruk?" kata Neo.
Mungkin saja ada bagian dari hidupnya yang tidak sempurna dan kamu tidak ketahui.
4. Kesalahan
Rasa bersalah terkadang sangat terkait dengan empati.
Ini perasaan tegang karena melakukan sesuatu atau gagal melakukan sesuatu.
Jadi sering kali ini semua tentang kewajibanmu.
"Jika kamu belum melakukan sesuatu, tanyakan pada dirimu sendiri, apa rasa bersalah ini memberitahuku tentang apa yang perlu aku ubah dalam hidupku?" Kata Neo.
Mungkin saja perasaan ini memberitahumu bahwa kamu melakukan terlalu banyak.
Lantas, bagaimana kamu bisa membingkai ulang kesalahan ini?
Jika kamu merasa bersalah setiap saat, tanyakanlah pada diri sendiri.
Sangat tidak mungkin untuk membantu semua orang, jadi itu tidak harus jatuh di pundakmu setiap saat.
5. Malu
Rasa malu yang salah tempat itu berbahaya.
Dalam beberapa kasus, rasa malu yang intens dapat menciptakan tipe kepribadian gelap seperti narsis.
Rasa malu adalah semua tentang identitas dan perasaan tegang tentang diri, serta siapa diri kamu.
"Seringkali, itu cenderung diperbesar dan kita merasa buruk pada identitas kita. Jadi, ketika kita merasa malu, itu adalah undangan untuk memeriksa hidup kita dan cara kita memandang diri kita sendiri,” kata Neo.
Rasa malu dapat membantu kita mundur dan melihat berbagai cara kita menyerang diri sendiri secara sia-sia.
Misalnya, masalah kesehatan mental kita atau masalah hubungan kita.
Terkadang, memeriksa rasa malu bisa membuat kita sadar bahwa itu bukan suara kita sendiri yang mengkritik kita, tetapi seseorang dari masa lalu.
"Rasa malu juga merupakan undangan untuk memaafkan diri sendiri, karena seringkali kita tidak pernah memaafkan diri kita".
"Misalnya, ketika aku berumur tujuh tahun aku melakukan hal ini dan aku masih malu pada diriku sendiri. Dan itu bukan hal yang benar-benar baik untuk bertahan pada saat kamu berusia 35. Itu 28 tahun. Itu sangat melelahkan,” kata Neo.
(*)
Source | : | insider |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Deshinta N |