Kata sejarawan
Sejarawan sekaligus budayawan Pangkalpinang Akhmad Elvian mengatakan ada kepercayaan yang mengatakan tiap-tiap lubuk atau bagian sungai yang lebar biasanya dihuni buaya yang disebut puaka.
Jika buaya berpindah dari satu lubuk ke lubuk lain maka buaya harus bertarung dengan puaka yang tinggal di lubuk itu.
"Buaya-buaya yang kalah bertarung inilah yang biasanya membuat onar terhadap manusia yang kehalen (berbuat kesalahan dengan melanggar pantang larang)," kata dia.
Terkait kasus tersebut, Elvian menjelaskan bahwa buaya itu muncul karena ulah manusia.
Jika gangguan sudah melibatkan kepentingan seluruh warga kampung maka harus diadakan upacara taber sungai.
Sedangkan untuk menangkal gangguan buaya, masyarakat meyakini dapat dicegah dengan ritual atau upacara.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Masyarakat Yakin Ada Kerajaan Buaya, Perjanjiannya Tidak Boleh Saling Ganggu""
(*)
Viral, Warung Mie Ayam di Magelang Ini Banderol Harga Rp 2 Ribu per Mangkok, Penjual Akui Gak Rugi dan Malah Makin Laris, Ini Alasannya
Penulis | : | None |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |