Grid.ID - Warga Kepulauan Bangka Belitung meyakini bahwa mereka hidup bersebelahan dengan kerajaan buaya.
Warga bahkan percaya adanya perjanjian antara manusia dengan kerajaan buaya yang hingga kini masih dijaga.
Cerita itu terungkap dan menjadi sorotan setelah video seekor buaya raksasa yang mati di Kepulauan Bangka Belitung menjadi viral di media sosial.
Karena tubuhnya yang besar, lebih dari 4,5 meter, bangkai buaya dievakuasi menggunakan buldozer.
Ternyata buaya itu tidak sakadar dikuburkan, melainkan harus menjalani prosesi ritual adat.
Diyakini ada kerajaan buaya
Seorang warga Desa Kayu Besi, Bangka, bernama Tarmizi mengatakan di desanya masih mempercayai adanya kerajaan buaya, sehingga harus melakukan ritual penguburan buaya.
"Masyarakat meyakini ada kerajaan buaya. Dengan manusia ada perjanjian tidak boleh saling mengganggu," ujar Tarmizi.
Sedangkan dalam kasus tersebut, buaya diyakini telah mengganggu masyarakat sehingga melanggar peraturan.
Buaya tersebut diduga mati kelelahan usai ditangkap warga menggunakan umpan monyet.
Kepala dan badan dikubur terpisah Prosesi penguburan buaya dilakukan dengan prosesi adat, yakni mengubur kepala dan bagian tubuh di tempat yang berbeda.
Selain masalah kerajaan, masyarakat juga meyakini bahwa buaya adalah titisan siluman. Bangkai buaya pun dikubur di tempat terpisah antara kepala dan tubuhnya.
"Ada pawang yang mengiringi penguburan dengan ritual, karena buaya itu telah mengganggu manusia. Jadi dianggap sudah menyalahi kodratnya," kata Junaidi, Sekretaris Desa setempat.
Cara ini dilakukan karena masyarakat khawatir buaya tersebut bisa hidup kembali.
Kata sejarawan
Sejarawan sekaligus budayawan Pangkalpinang Akhmad Elvian mengatakan ada kepercayaan yang mengatakan tiap-tiap lubuk atau bagian sungai yang lebar biasanya dihuni buaya yang disebut puaka.
Jika buaya berpindah dari satu lubuk ke lubuk lain maka buaya harus bertarung dengan puaka yang tinggal di lubuk itu.
"Buaya-buaya yang kalah bertarung inilah yang biasanya membuat onar terhadap manusia yang kehalen (berbuat kesalahan dengan melanggar pantang larang)," kata dia.
Terkait kasus tersebut, Elvian menjelaskan bahwa buaya itu muncul karena ulah manusia.
Jika gangguan sudah melibatkan kepentingan seluruh warga kampung maka harus diadakan upacara taber sungai.
Sedangkan untuk menangkal gangguan buaya, masyarakat meyakini dapat dicegah dengan ritual atau upacara.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Masyarakat Yakin Ada Kerajaan Buaya, Perjanjiannya Tidak Boleh Saling Ganggu""
(*)
3 Buah-buahan yang Disarankan Dikonsumsi saat Buka Puasa Ramadan 2025, Apa Saja?
Penulis | : | None |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |