Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Covid-19 masih jadi momok menakutkan di setiap sudut kota.
Virus yang belum ditemukan vaksinnya ini tercatat sudah menjangkit 216 negara.
Untuk Indonesia sendiri, tercatat melalui laman Covid19.go.id, per 20 Agustus 2020 kasus positif 147.211, sembuh100.674, dan meninggal dunia 6.418.
Hingga baru-baru ini, kematian tiga pasien positif virus (Covid-19) di Banyumas mengejutkan masyarakat.
Bagaimana tidak, menurut Bupati Banyumas Achmad Husein tiga pasien terakhir yang meninggal dunia tersebut diketahui tidak memiliki gejala seperti orang yang terjangkit Covid-19 alias orang tanpa gejala (OTG).
Ia meminta warga terus mewaspadai penularan virus Covid-19.
"Saya komunikasikan dengan dokter paru-paru, itu namanya happy hypoxia," ujar Husein seperti dikutip Grid.ID dari Tribun Banyumas.
Pasien justru merasa gembira dan kondisi tubuh biasa.
Akan tetapi, menurut bupati, saturasi oksigen di dalam darah pasien lama-kelamaan menurun.
Bupati mengatakan, masyarakat harus mengetahui dan memahami gejala baru tersebut.
Sehingga, warga lebih waspada dan tidak ada korban lebih banyak lagi.
"Orang-orang yang kelihatannya sehat-sehat, tetapi kalau saturasi oksigen semakin lama semakin turun itulah yang harus diperhatikan," jelasnya.
Happy hypoxia merupakan gejala baru, dimana para penderita Covid-19 tidak merasakan gejala pada umumnya, semisal batuk, pilek, atau demam.
Dikutip Grid.ID dari Medical News Today, kondisi ini didefinisikan sebagai "penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah".
Ketika kadar oksigen darah mulai berkurang, seseorang mungkin mengalami sesak napas, yang juga disebut dispnea.
Jika kadar oksigen dalam darah terus menurun, organ-organ dapat mati, dan masalahnya menjadi mengancam nyawa.
Seperti diberitakan di berbagai sumber media, termasuk Science, meskipun kadar oksigen dalam darah rendah, beberapa pasien tampaknya dapat berfungsi tanpa masalah serius atau bisa juga sesak napas.
Covid-19 pada dasarnya memang penyakit pernapasan, dan kasus yang parah dapat mengurangi jumlah oksigen yang dapat diserap paru-paru.
Tingkat oksigen darah ditemukan sangat rendah pada beberapa pasien COVID-19.
Dilansir Grid.ID dari Kompas.com, seseorang yang sehat biasanya memiliki saturasi oksigen setidaknya 95 persen.
Namun, dokter melaporkan ada pasien yang memiliki tingkat persentase oksigen sebesar 70-80 persen.
Bahkan, pada kasus yang drastis, di bawah 50 persen.
Untuk mengetahui misteri happy hypoxia yang membingungkan para dokter itu, sebuah penelitian dilakukan oleh Dr Martin J Tobin, profesor paru-paru dan perawatan kritis di Loyola University Medical Center.
"Dalam beberapa kasus, pasien merasa nyaman dan menggunakan telepon ketika dokter akan memasukkan selang pernapasan dan menghubungkan pasien dengan ventilator mekanis," kata Dr Tobin, dilansir dari Science Daily, 8 Juli 2020.
Pertama, ia dan rekannya melakukan survei terhadap 58 petugas kesehatan yang menanyakan apakah mereka pernah menangani kasus happy hypoxia.
Dari 58 petugas itu, 22 di antaranya memberikan tanggapan.
Selanjutnya, penelitian dilakukan terhadap 16 pasien Covid-19 dengan tingkat oksigen sangat rendah, yaitu 50 persen.
Setelah menganalisis data, penulis menyimpulkan bahwa banyak kasus hypoxemia dapat dijelaskan melalui ilmu pernapasan konvensional.
"Beberapa mekanisme patofisiologis bertanggung jawab atas sebagian besar kasus, termasuk penilaian awal kadar oksigen pasien dengan oksimeter denyut," jelas dia.
"Meskipun oksimeter denyut sangat akurat saat pembacaan oksigen tinggi, ia justru secara nyata membesar-besarkan tingkat keparahan rendahnya kadar oksigen saat pembacaan oksigen rendah," kata Dr Tobin.
Faktor lainnya, menurut Dr Tobin, bagaimana otak merespons tingkat oksigen yang rendah itu.
Ketika kadar oksigen turun pada pasien Covid-19, otak tidak merespons sampai oksigen turun ke tingkat yang sangat rendah.
Baca Juga: Nggak Nyangka, Ternyata Ikan Mujair Simpan 5 Bahaya Ini Buat Tubuh, Nomor 4 Geli Banget!
Selain itu, ia menemukan bahwa lebih dari setengah pasien memiliki kadar karbondioksida yang rendah, sehingga mengurangi dampak rendahnya kadar oksigen.
"Dimungkinkan juga bahwa virus corona melakukan tindakan aneh pada tubuh saat kadar oksigen rendah," kata Dr Tobin.
Temuan tersebut telah diterbitkan dalam American Jornal of Respiratory and Critical Care Medicine.
Meski terlihat biasa saja, seorang pasien Covid-19 yang mengalami happy hypoxia syndrome bisa terancam nyawanya jika tak segera ditangani.
Alasannya, tubuh manusia memiliki batas toleransi terkait jumlah oksigen.
"Jadi mungkin di awal-awal pasien itu akan kelihatan biasa-biasa saja, tapi kalau dia terjadi happy hipoksia dalam waktu lama dan tidak diberikan terapi oksigen, maka dia akan tiba-tiba terjadi, istilahnya kematian mendadak," kata Agus.
Oleh karena itu, menurut dia, tidak semua pasien Covid-19 tanpa gejala diperbolehkan isolasi mandiri.
Mereka juga harus memeriksakan diri karena dikhawatirkan terkena happy hypoxia syndrome.
(*)
Source | : | Kompas.com,Medical News Today,Tribun Banyumas,Covid19.go.id |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Nesiana |