“Keduanya sama-sama bagus, sama-sama memberikan anak kebebasan. Tapi Reggio Emilia memberikan anak kesempatan eksplorasi lebih mendalam,” ujar Krista Endinda.
Krista Endinda sudah dua kali mengunjungi Kota Reggio Emilia di Italia untuk belajar dan menyaksikan langsung bagaimana murid-murid usia 0-6 tahun di kota tersebut dididik dengan pendekatan ini.
Sejak kunjungan pertamanya, Krista Endinda segera menerapkan pendekatan tersebut di sekolah yang dikelolanya: Bukit Aksara dan Sanggar Aksara.
“Banyak sekali perkembangan luar biasa yang saya amati. Anak-anak jauh lebih kritis, lebih kreatif, dan lebih mandiri. Mereka lebih fokus dan terlibat dalam topik pembelajaran,” ujar Krista.
Menurut Krista Endinda, yang saat ini tengah menjalani studi magister di Bank Street, New York, USA, pendekatan Reggio Emilia ini mendorong anak untuk melakukan penelitian melalui bermain.
Penelitian ini cenderung muncul dalam bentuk proyek jangka panjang sesuai minat individual anak.
Pembelajaran proyek ini memungkinkan anak untuk mengembangkan fungsi eksekutif otak dan melatih cara berpikir anak hingga level HOTS (High Order Thinking Skills).
Pendekatan Reggio Emilia percaya akan ‘Seratus Bahasa Anak’ yaitu pengembangan dari kecerdasan majemuk.
Nyesek, Abidzar Ternyata Sempat Jedotin Kepalanya ke Tembok Usai Tahu Uje Meninggal, Umi Pipik: Dia Nyalahin Dirinya
Penulis | : | Dianita Anggraeni |
Editor | : | Dianita Anggraeni |