Herman, yang terlahir sebagai anak tertua, dari delapan bersaudara. Merasa memiliki tanggung jawab besar untuk dapat membantu kehidupan keluarga yang terbilang sederhana dan banyak keterbatasan saat itu.
"Jadi jualan itu untuk hidup, apalagi saya anak tertua, ayah saya telah meninggal, saat adik saya paling bungsu baru berusia satu tahun lebih. Itu juga yang membuat saya tidak betah di Jakarta,"katanya.
Politikus PDI-Perjuangan ini mengakui, saat itu kehidupanya serba sederhana, karena jauh dari hiruk pikuk perkotaan, karena tinggal di dusun yang jauh dari pembangunan.
"Karena kami hidup dalam keluarga yang serba kekurangan, apalagi dusun tempat saya tinggal dulunya belum tersentuh pembangunan," katanya.
Awal masuk ke dunia politik berawal dari, hobi Herman yang suka berbicara dengan banyak masyarakat.
Yang memutuskanya ingin masuk dalam partai politik, menjadi anggota PDI Perjuangan, hingga beberapa jabatan di partai sempat didudukinya.
"Saya kebetulan punya hobi berbicara, sehingga saat itu melihat PDI Perjuangan sebagai partai oposisi, bisa membenahi negeri ini, termasuk di lingkungan saya. Tetapi kalau saya tidak masuk rana itu bagaimana saya bisa menyuarakan aspirasi masyarakat," kata Herman.
Karena alasan itu, Herman maju mencalonkan menjadi DPRD dapil Pemali-Bakam pada 2004 dan awal mulanya ia menjadi anggota DPRD Kabupaten Bangka.
Selama berkampanye, Herman mengatakan tidak banyak memiliki modal uang, ia hanya meminta warga memilihnya dengan datang langsung ke setiap rumah yang ada di lingkungan tempat tinggal.
"Saya kampanye door to door, saya hanya minta tolong kepada masyarakat untuk memilih saya dan Alhamdulilah dipercayakan hingga tiga peroide.
Saya juga waktu itu hanya seorang penjual molen, modal apa seorang pedagang molen. Jangankan mobil, motor saja saat itu saya tidak punya, dipinjamkan adik saya," jelasnya.