Cap Go Meh adalah akhir dari rangkaian perayaan tahun baru Imlek yang dilakukan tiap tanggal 15 pada bulan pertama penanggalan Tionghoa.
Perayaannya diawali dengan berdoa di wihara, kemudian dilanjutkan dengan iringan kenong dan simbal serta pertunjukan barongsai dan pertunjukan tradisional Tionghoa.
Sebutan Cap Go Meh, menurut Dwi Susanto (Dosen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta), hanya dikenal di Indonesia saja.
Hal tersebut dikarenakan pengaruh dari bahasa Hokkien. Sementara di wilayah negara lain, penyebutan untuk perayaan hari kelima belas setelah Imlek berbeda-beda.
Cap Go Meh dalam konteks internasional disebut juga dengan Lantern Festival atau Festival Lentera (Lampion). Sedangkan di wilayah Tiongkok, perayaan tersebut dikenal sebagai Yuánxiojié atau Shàngyuánjié.
Dikutip dari Kompas.com, Selasa (17/1/2023), festival Lentera atau Cap Go Meh dapat ditelusuri hingga era Dinasti Han, sekitar tahun 206 SM hingga 220 M.
Saat itu, para biksu Buddha menyalakan lentera pada hari ke-15 Tahun Baru Imlek untuk menghormati Sang Buddha.
Ritual tersebut kemudian diadopsi oleh masyarakat umum dan menyebar hingga ke seluruh China serta beberapa wilayah Asia.
Ada pula sebuah legenda yang mengisahkan asal muasal festival lentera ini.
Dikisahkan, Kaisar Giok atau Jade Emperor (You Di) marah pada penduduk di sebuah kota karena membunuh angsa miliknya.
Baca Juga: 5 Warna Keberuntungan di Tahun Baru Imlek 2023 Menurut Feng Shui, Ada Merah hingga Biru
Source | : | Kompas.com,TribunSumsel.com |
Penulis | : | Mentari Aprelia |
Editor | : | Silmi |