Grid.ID - Kehadiran komunitas Tionghoa di Indonesia memberi banyak khazanah kebudayaan.
Selain memberikan kontribusi kebudayaan asal mereka, kaum Tionghoa juga membangun kehidupan sosial dengan berbagai kelompok masyarakat di Indonesia.
Kehadiran kaum Tionghoa secara turun temurun memiliki warna tersendiri sekaligus memberi warna perjalanan bangsa ini.
Salah satu kontribusi kaum Tionghoa di Indonesia adalah peran mereka dalam dunia pers.
Berbagai media yang dimiliki kaum Tionghoa bukan saja memberikan kontribusi jurnalistik dalam bentuk berita, namun juga berkontribusi untuk seni budaya seperti sastra, dan seni rupa.
Untuk seni rupa berbagai bentuk karya yang sering ditampilkan dalam ruang-ruang di majalah atau koran mampu mengoreskan catatan sejarah seni rupa kita.
Salah satu media cetak yang didirikan kaum Tionghoa adalah Majalah Star Weekly, majalah mingguan dengan berbagai rubrik, termasuk rubrik seni budaya.
Si A Piao, atau A Pioa merupakan kartun yang hadir setiap minggu di Majalah Star Weekly, sebuah majalah mingguan yang diterbitkan di Jakarta, namun penyebarannya sangat meluas.
Star Weekly yang dipimpin Auw Jong Peng Koen (PK Ojong) memberikan tempat untuk karya kartun seperti A Piao.
Kartun ini bercerita tentang sosok seorang anak yang kepalanya gundul plontos, dan memiliki kisah kehidupan yang dituangkan dalam sketsa-sketsa tanpa dialog.
Untuk memahami kisah A Piao, maka kita harus melihat gambarnya secara tuntas.
Baca Juga: Peringati 38 Tahun Berkarya, Pameran Kartun Strip Timun di Bentara Budaya Jakarta Resmi Dibuka
Goei Kwat Siong selaku pencipta A Piao dengan cerdas mengambarkan kisah kisah tanpa dialog dengan sangat lucu.
Kelucuan ini tentu saja menjadi sebuah teks yang harus mampu ditafsirkan oleh pembacanya.
A Piao sering kali tampil sebagai anak yang polos dalam menghadapi berbagai persoalan yang dihadapinya, justru kepolosan ini menjadi daya tarik bagi pembaca Star Weekly.
Kelucuan yang hadir bisa jadi berdasarkan pengalaman Goei Kwat Siong yang pernah menjadi guru, yang bergaul dengan beragam persoalan anak-anak.
Kelucuan itu yang kemungkinan diangkat dalam kisah-kisah A Piao.
Pada tahun 1961 majalah Star Weekly ditutup pemerintah, dan berhentinya Star Weekly menandai berhenti pula kartun Si A Piao di tengah masyarakat.
Goei Kwat Siong tidak berniat mengirim kartun tersebut ke media lain.
Kisah A Piao kemudian menjadi sejarah kartun Indonesia, kartun yang bercerita tentang kepolosan seorang bocah gundul, dan selalu berusaha menjalani kehidupan dengan suasana riang gembira.
Ketika PK Ojong dan Jakob Oetama menerbitkan Majalah Intisari pada tahun 1963, kartun A Piao tidak diajak serta.
Bentara Budaya sebagai lembaga yang berkegiatan di seni budaya mencoba menghadirkan kembali Si A Piao dalam sebuah pameran yang berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta.
Pameran ini menyertakan pula lukisan Erica Hestu Wahyuni yang merespon kartun A Piao, seperti kita ketahui Erica merupakan pelukis Yogyakarta dengan gaya naif, lukisan Erica layaknya lukisan anak-anak dengan kisah kisah sehari-hari atau tema tertentu.
Baca Juga: Laboratorium NFT di Bentara Budaya Siap Dorong Seniman Indonesia Mendunia!
Erica mencoba menghadirkan A Piao yang dulunya hadir di Majalah ke media baru berupa lukisan-lukisan baru yang di dalamnya hadir A Piao bersama dengan ornamen lain yang tidak akan pernah kita temui di Majalah Star Weekly.
Merespon karya lama merupakan bentuk kehormatan akan kehadiran dan sejarah karya tersebut dengan pembacaan hari ini.
Si A Piao telah lama menghilang dari masyarakat, rentang waktu antara tahun 1961 sampai tahun 2023 lebih dari enam puluh tahun, generasi pembaca asli A Piao tentu sebagian besar sudah tidak ada, masyarakat berganti generasi, itu berarti juga ada perubahan masyarakat dalam melihat kartun yang dulu pernah hadir.
Maka kehadiran pameran Si A Piao bersama lukisan-lukisan Erica merupakan upaya membaca kembali Si A Piao dalam tafsir dulu mau pun saat ini.
Pada tahun 1950-1961, Si A Piao berhasil membuat para pembaca Star Weekly tersenyum.
Ini cukup menyegarkan di tengah rangkaian laporan serius tabloid, seperti olahraga, sejarah, kuliner, komik, cerita silat, sastra, film, ulasan seni rupa.
Karakter itu menjadi kegemaran yang selalu ditunggu tiap akhir pekan oleh anak-anak era 1950-1960-an.
Berkat Si A Piao, "Star Weelky" menjadi lebih santai dan manusiawi.
Mengutip sinolog Universitas Indonesia (UI) CM Hsu, Si A Piao patut diingat karena selama bertahun-tahun telah membagikan kegembiraan bagi masyarakat Indonesia.
Kartun semacam ini masih relevan untuk ditengok kembali di tengah kehidupan bangsa Indonesia masa kini yang juga kerap bikin kening berkerut.
Beruntung Bentara Budaya Yogyakarta mendapat kesempatan untuk menggelar “Pameran Gambar Lelucon Goei Kwat Siong: Si A Piao”, 21-28 Februari 2023.
Baca Juga: Kelas Perdana Laboratorium NFT Bentara Budaya Powered by Astra Dimulai
Ada ratusan kartun strip Si A Piao terbitan tahun 1950-1961.
Bustomi dan Wiediantoro berjibaku mengumpulkan semua itu dari berbagai sumber.
Pergelaran semakin asyik dengan pelukis Erica yang merespons kartun strip ini dalam kreasi baru. (*)
Ajak Fuji ke Gedung DPR RI, Ini Alasan Verrell Bramasta Gandeng Putri Haji Faisal
Penulis | : | Grid. |
Editor | : | Okki Margaretha |