Awalnya, Bentara Budaya merupakan ruang bagi kesenian-kesenian yang terpinggirkan, terutama untuk kesenian tradisi yang saat itu tidak memiliki wadah untuk menunjukkan kehadiran mereka.
Berangkat dari ruang untuk kesenian yang kurang diperhatikan, Bentara Budaya diuji konsistensinya.
Dan ternyata selama empat puluh tahun lebih Bentara Budaya diterima baik kehadirannya di tengah masyarakat.
Hal itu menjadi pertanda positif dan Bentara Budaya pun tak hanya di Yogyakarta, tetapi juga hadir di Jakarta, Solo, dan Bali.
Perjalanan panjang ini memiliki berbagai catatan penting yang terdokumentasikan dalam bentuk foto-foto.
Pada dasarnya, foto mampu bercerita tentang banyak peristiwa termasuk pertemuan antar seniman dengan masyarakat umum.
Pertemuan-pertemuan ini merupakan peristiwa penting karena akan menjadi sejarah penting bagi kehidupan kesenian kita saat ini.
Begitu juga Bentara Budaya, dari tahun ke tahun selalu melahirkan cerita-cerita baru yang memuat berbagai pandangan dan pikiran para seniman dalam menyampaikan ekspresi melalui karya-karyanya.
Pada awal berdirinya Bentara Budaya, terdapat pameran dua perupa tradisi yang mewakili jamannya.
Dua perupa tersebut adalah Sastro Gambar dari Magelang dan Tjitro Waloejo dari Solo. Mereka melukis karya-karya tradisional, Sastro Gambar memakai kaca sebagai media lukisnya, sementara Tjitro Waloejo melukis di atas kertas dengan tema mitos-mitos pesugihan Jawa.
Dua perupa ini mampu menarik perhatian masyarakat umum, dan memberi banyak pengetahuan bahwa seniman tradisional mampu bertahan dari perubahan zaman.
Baca Juga: Kisah dari Desa: Ceramic Solo Exhibition 2023 oleh Asep Maulana Hakim
Heboh, YouTuber Asal Thailand Ini Nyamar di Indonesia, Ternyata Nipu hingga Rp 931 M dan Pengin Jadi Idol Kpop, Begini Akhirnya
Penulis | : | Grid. |
Editor | : | Okki Margaretha |