Laporan Wartawan Grid.ID, Fidiah Nuzul Aini
Grid.ID - Jessica Kumala Wongso akan bebas bersyarat pada hari ini, Minggu (18/8/2024).
Begini lika-liku kasus Kopi Sianida yang tewaskan Mirna Salihin.
Baru-baru ini, Jessica Kumala Wongso kembali jadi perhatian.
Jessica Kumala Wongso dikabarkan akan bebas bersyarat hari ini.
Melansir dari Tribunnews.com, Jessica Kumala Wongso, terpidana dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin, akan mendapatkan kebebasan bersyarat.
Terpidana dalam kasus kopi sianida tersebut akan mulai merasakan kebebasan pada Minggu (18/8/2024) besok.
"Rencananya demikian (Jessica Kumala Wongso bebas besok)" kata pengacara Jessica, Otto Hasibuan saat dihubungi, Sabtu (17/8/2024).
Otto tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai pembebasan Jessica Kumala Wongso.
Dia hanya menyatakan bahwa Jessica mendapatkan kebebasan bersyarat.
"Bebas bersyarat," ucapnya.
Otto juga menjadwalkan konferensi pers terkait pembebasan Jessica pada Minggu besok di Lapas Pondok Bambu, Jakarta Timur, sekitar pukul 09.30 WIB.
Beberapa waktu lalu, Jessica Kumala Wongso jadi sorotan gegara Film Dokumenter dari Netflix.
Lantas, bagaimana perjalanan kasus kopi sianida Jessica Kumala Wongso?
Melansir dari Kompas.com, kasus pembunuhan dengan sianida ini bermula ketika empat teman yang pernah berkuliah di Billy Blue College, Australia, mengadakan reuni di Jakarta.
Dilansir dari Kompas.com (6/1/2021), empat orang tersebut adalah Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, Hani Boon Juwita, dan Vera.
Pada 6 Januari 2016, mereka berkumpul di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, namun hanya tiga orang yang hadir karena Vera tidak dapat datang.
Saat itu, Jessica tiba lebih dulu di Olivier sebelum pukul 16.00 WIB untuk menghindari aturan 3 in 1 yang mengharuskan satu mobil diisi oleh minimal tiga orang.
Dia memesan es kopi Vietnam dan dua koktail. Tak lama setelah pesanan tiba, Mirna pun datang ke Kafe Olivier bersama Hani.
Mereka mendatangi Jessica yang telah menunggu di meja nomor 54, dan setelah saling menyapa, Mirna mulai meminum es kopi Vietnam yang telah dipesan untuknya.
Namun, tiba-tiba Mirna mengalami kejang-kejang dan kehilangan kesadaran.
Mulutnya juga mengeluarkan buih, sebelum akhirnya dilarikan ke klinik di Grand Indonesia.
Mirna kemudian dibawa ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, namun sayangnya meninggal dunia dalam perjalanan.
Merasa ada kejanggalan dalam kematian anaknya, ayah Mirna, Edi Dharmawan Salihin, melaporkannya ke Polsek Metro Tanah Abang malam itu juga.
Pada 9 Januari 2016, seperti diberitakan Kompas.com (15/6/2016), polisi meminta izin keluarga untuk mengotopsi tubuh Mirna, namun izin tersebut tidak langsung diberikan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat itu, Kombes Krishna Murti, mendatangi Edi Salihin untuk menjelaskan pentingnya otopsi tersebut.
Setelah mempertimbangkan, keluarga akhirnya mengizinkan pengambilan sampel tubuh di Rumah Sakit Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur, meskipun tidak dilakukan otopsi menyeluruh.
Jenazah Mirna kemudian dimakamkan di TPU Gunung Gadung, Bogor, Jawa Barat pada 10 Januari 2016.
Pada 16 Januari 2016, enam hari setelah pemakaman, Kepala Puslabfor Polri saat itu, Brigadir Jenderal Alex Mandalikan, mengungkapkan bahwa terdapat kandungan sianida dalam kopi Mirna.
Racun mematikan tersebut juga ditemukan di lambung Mirna, dengan berat sekitar 3,75 miligram.
Karena diduga ada tindak pidana, polisi meningkatkan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Setelah memeriksa rekaman CCTV, memanggil saksi-saksi seperti Jessica, Hani, keluarga Mirna, dan pegawai Olivier, polisi menetapkan Jessica sebagai tersangka pada 29 Januari 2016.
Wanita berambut panjang itu kemudian ditangkap keesokan harinya di sebuah hotel di Jakarta Utara.
Jessica, yang beberapa hari sebelumnya sering tampil di televisi untuk membahas kematian temannya, diduga menaruh racun sianida dalam es kopi Vietnam tersebut.
Setelah ditangkap, Jessica menjalani serangkaian pemeriksaan, termasuk tes kejiwaan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk mengetahui motif di balik pembunuhan Mirna.
Sebelum menjalani sidang perdana, tim hukum Jessica mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 Februari 2016.
Salah satu pengacaranya, Yudi Wibowo, menyatakan bahwa praperadilan diajukan karena penetapan dan penahanan kliennya dianggap tidak sah.
Namun, PN Jakarta Pusat menolak praperadilan tersebut pada 1 Maret 2016 karena dianggap tidak tepat.
Setelah menunggu cukup lama karena berkas perkara belum selesai, persidangan kasus pembunuhan Mirna dimulai pada 15 Juni 2016.
Saat itu, jaksa penuntut umum mendakwa Jessica dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati.
Diberitakan Kompas.com (27/10/2016), tim hukum Jessica langsung menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan tersebut, menyebut dakwaan jaksa terlalu dangkal.
Unsur pembunuhan berencana seperti di mana sianida dibeli, disimpan, dan dimasukkan ke dalam es kopi Vietnam, tidak terpenuhi.
Namun, pada sidang 21 Juni 2016, jaksa membantah argumen tim hukum yang berfokus pada alat atau obyek pembunuhan, tetapi mengabaikan peran subyek.
Jaksa menekankan pentingnya peran subyek dalam memberikan gambaran mengenai ketersediaan waktu yang cukup sejak perencanaan hingga eksekusi pembunuhan.
Jaksa juga menyatakan bahwa pembunuhan dengan racun sudah dianggap sebagai pembunuhan berencana.
Butuh 32 kali persidangan dan puluhan saksi yang dihadirkan sebelum hakim akhirnya menjatuhkan putusan.
Pada 27 Oktober 2016, hakim memutuskan bahwa Jessica bersalah atas pembunuhan berencana terhadap Mirna dengan motif sakit hati karena dinasihati soal asmara.
Majelis hakim menjatuhkan vonis 20 tahun penjara, sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
Setelah mendengar vonis hakim PN Jakarta Pusat, Jessica mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Pada 7 Maret 2017, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengeluarkan putusan yang memperkuat vonis 20 tahun yang dijatuhkan PN Jakarta Pusat.
Mengetahui bandingnya ditolak, Jessica kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Namun, permohonan kasasinya dengan nomor register 498K/Pid/2017 juga ditolak MA pada 21 Juni 2017.
Jessica Wongso kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan nomor register 69 PK/PID/2018.
Namun, MA kembali menolak permohonan tersebut pada 3 Desember 2018.
Akhirnya, Jessica Wongso mendekam di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, untuk menjalani vonis 20 tahun penjara.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Fidiah Nuzul Aini |
Editor | : | Fidiah Nuzul Aini |