Dikutip dari Kompas.com, Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara Setyoajie Parayudhi menjelaskan Bun Upas merupakan fenomena yang terjadi akibat uap air yang terkondensasi secara alami dan mengalami pembekuan akibat suhu ekstrem di kawasan tersebut akhir-akhri ini.
Secara umum, lanjut dia, Jawa Tengah sudah memasuki musim kemarau, termasuk daerah Dieng, Banjarnegara.
Pada musim kemarau, peluang terjadi hujan sangat kecil karena tidak banyak tutupan awan yang berpotensi hujan.
BACA JUGA: Misteri Penemuan Mayat Dalam Mobil di Obyek Wisata Dieng, 3 Hari Baru Terpecahkan
Hal ini mengakibatkan energi panas matahari yang terpantul dari bumi langsung hilang ke atmosfer.
Tidak adanya pantulan panas matahari yang dikembalikan oleh awan menyebabkan udara di permukaan relatif lebih dingin.
“Kondisi ini jika terjadi terus-menerus akan menyebabkan udara semakin dingin,” katanya.
Berdasarkan pengamatan cuaca di Stasiun Geofisika Banjarnegara (ketinggian 608 mdpl), tercatat suhu udara rata-rata dalam 4 hari terakhir (1–4 Juli) berkisar antara 20,7 – 23,4 derajat celsius dan suhu minimum dapat mencapai 18,2–19,2 derajat celsius.
Dengan asumsi bahwa setiap kenaikan ketinggian 100 m terjadi penurunan suhu 0,5 derajat celsius, maka di daerah Dieng yang memiliki ketinggian sekitar 2065 mdpl, diperkirakan suhu udara rata-rata dalam 4 hari terakhir (1–4 Juli) berkisar antara 13,7–16.4 derajat celsius dan suhu minimum dapat mencapai 11,2–12,2 derajat celsius.
Perlu diketahui bahwa tanah lebih mudah menyerap panas dan lebih mudah melepaskan panas.
Ditambah dengan topografi Dieng yang berupa dataran tinggi, kondisi ini berdampak suhu udara dapat mencapai nol derajat celcius dan menyebabkan uap air atau embun membeku.
Source | : | Twitter,kompas,Tribun Jateng |
Penulis | : | Dewi Lusmawati |
Editor | : | Dewi Lusmawati |