Kisah Haru Siti Roniah, 20 Tahun Terbelenggu Spondylosis Cervical
None -
Jumat, 3 Agustus 2018 | 17:14 WIB
Foto: Gandhi W
Siti Roniah
Yang terjadi pada penderita SC, discus yang lebarnya 1,4 cm dengan tebal 0,5 mm mengalami kerusakan. Jenis kerusakan sendiri bisa sekadar aus atau bahkan pecah.
Kerusakan itu bisa diakibatkan banyak hal, bisa faktor usia, kecelakaan, karena jenis pekerjaan tertentu juga olahraga. Pecahan discus tersebut kemudian menyembul keluar dari “tempatnya tinggalnya”.
Yang menjadi masalah di tengah ruas batang leher itu terdapat sumsum berasal dari otak menuju tulang ekor.
Sumsum sendiri fisiknya menyerupai tabung sebesar batang jempol yang berisi sel saraf dan cairan merupakan sentral dari semua fungsi yang ada dalam tubuh manusia.
Mulai fungsi nafas, tangan, seksual, kencing, menggerakan kaki dan lainnya.
Karena discus itu rusak dan menyembul menekan sumsum yang ada di sana.
“Karena sumsumnya terjepit, maka fungsi tubuh menjadi bermasalah,” jelas Sofyan yang saat ini berpartner dengan dr. Gigih Pramono, SpBS serta dr. Agus Chairul Anab, SpBS serta dr. N Budi Setiawan, SpBS tersebut.
Selama ini lanjut Sofyan, kerusakan discus seringkali tidak diketahui, pasalnya, “alarm” sebagai penanda terjadi masalah seringkali tidak berbunyi. Istilahnya, apabila mengalami kerusakan tidak terasa.
Soalnya beban leher manusia itu hanya sekitar 3,5 kilogram, sehingga sekalipun terjadi kerusakan orang tidak merasakan sesuatu.
“Padahal orang tidak sadar bahwa itu sebenarnya tanda terjadi kerusakan pada discus tersebut,” papar Sofyan.
Untuk menangani SC ini sekarang ada teknologi kedokteran canggih yang berfungsi sebagai pengganti discus yang rusak tersebut.
Alat penganti tersebut disebut dengan cervical mobile prostesis (CMP).
Sementara teknik operasinya disebut dengan anterior micro disectomy (AMD).
Caranya dilakukan sayatan 2 cm di leher bagian depan bersebelahan dengan batang tenggorok.
Selanjutnya dengan microskop khusus discus yang sudah rusak yang ada diantara ruas tulang batang leher tersebut dikeluarkan sampai tidak ada lagi yang menekan sumsum.
Setelah discus dikeluarakan baru kemudian CMP dimasukkan sebagai pengantinya.
“Karena sayatan sangat kecil, keesokan harinya pasien sudah bisa pulang dan langsung beraktivitas seperti sediakala, dan leher sudah bebeas digerakkan,” jelas Sofyan yang mengembangkan teknik ini pada tahun 2008 sepulang belajar dari Perancis.
Teknik AMD ini beda sekali dengan teknologi lama.
Kalau cara lama, tulang discus yang rusak dibersihkan kemudian antara satu ruas dengan ruas berikutnya dimatikan dengan cara dipasang plat dan di-mur.
Setelah operasi pasien tidak boleh bergerak sekitar 2-3 bulan dengan cara diberi alat penyangga.
“Dampaknya, pasien tidak nyaman bahkan kadang kesakitan karena otot kaku akibat tidak digerakkan dalam jangka waktu lama,” timpal dr. Sofyan yang praktik di Rumah Sakit National Hospital Surabaya.
Gandhi Wasono M.