"Saat itu, kebo bule selalu mengikuti di belakang," kata Kanjeng Winarno.
BACA JUGA: Rahasia Skincare Simpel ala Lee Sung Kyung yang Gampang Ditiru
Winarno menambahkan bahwa tradisi dari Pakubowono X tersebut terus dilanjutkan oleh kerabat keraton dan sang kebo selalu mengikuti pusaka Kyai Slamet tersebut.
"Nah lama-lama kerbau tersebut diberi nama Kebo Kyai Slamet," katanya.
Menurut Winarno, keberadaan Kebo Kyai Slamet tersebut menjadi koleksi keraton Solo juga mempunyai sejarah.
Kebo bule tersebut, menurut Winarno, adalah pemberian dari Bupati Ponorogo setelah mengetahui Pakubuwono II berhasil merebut kembali Keraton Kartasura dari tangan pemberontak Pecinan.
BACA JUGA: Rahasia Skincare Simpel ala Lee Sung Kyung yang Gampang Ditiru
Setelah itu, PB II pun akhirnya memilih hijrah ke desa Sala pada 20 Februari 1745.
"Mendengar PB II sudah bertahta kembali dan mendirikan negara Surakarta Hadiningrat, Bupati Ponorogo mengirim kerbau bule sebagai persembahan untuk dipotong. dan kerbau tersebut juga berkembang biak hingga sekarang," kata Winarno.
Sementara itu, dikutip Grid.ID dari Keraton.perpusnas.go.id, menurut sejarawan dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Sudarmono, kemunculan kebo bule Kyai Slamet dalam kirab, adalah perpaduan antara legenda dan sage (cerita rakyat yang mendewakan binatang).
Dalam pendekatan periodisasi sejarah, sosok kebo bule ditengarai hadir semasa Paku Buwono (PB) VI pada abad XVII.
BACA JUGA: Closing Ceremony Asian Games 2018: Penampilan Dira Sugandi dan JFlow Tuai Pujian
PB VI merupakan raja yang dianggap memberontak kekuasaan penjajah Belanda dan sempat dibuang ke Ambon.
”Meski PB VI dibuang ke Ambon, namun semangat pemberontakan dan keberaniannya menghidupi rakyatnya. Dalam peringatan naik takhta, sekaligus pergantian tahun dalam penanggalan Jawa malam 1 Sura, muncul kreativitas menghadirkan sosok kebo bule yang dipercaya sebagai penjelmaan pusaka Kyai Slamet dalam kirab pusaka,” tambah Sudarmono.
Keraton Surakarta tidak pernah menyatakan tlethong (kotoran) kerbau bisa mendatangkan berkah.
”Kalau tlethong dianggap menyuburkan sawah karena dapat dibuat pupuk, itu masih diterima akal. Namun kami memahami ini sebagai cara masyarakat menciptakan media untuk membuat permohonan. Mereka sekadar membutuhkan semangat untuk bangkit.”
BACA JUGA: Closing Ceremony Asian Games 2018: Penampilan Dira Sugandi dan JFlow Tuai Pujian
Dan bagi warga yang masih percaya, rela untuk mencari air bekas memandikan kebo bule bahkan kotoran kebo saat malam Satu Suro.(*)
Usai Buat Gaduh, Razman Nasution dan Firdaus Oiwobo Datangi MA untuk Minta Maaf
Source | : | tribun solo,keraton.perpusnas.go.id |
Penulis | : | Dewi Lusmawati |
Editor | : | Dewi Lusmawati |