Grid.ID - “Dadah Mama...dadah mama...” suara lucu dan menggemaskan itu meluncur dari bibir mungil Mohamad Syamsudin (3) menjelang masuk pintu kamar operasi Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA).
Saat itu RSTKA tengah bersandar di pelabuhan Kalabahi, ibukota Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (27/9).
Tidak seperti anak-anak seusiannya pada umumnya jika berada di tempat yang asing bisannya langsung menangis tetapi tidak demikian pada anak pasangan Sri Mulyati Kamalu (36) dengan Abdul Rahman ini.
Sambil tangannya melambai-lambai tak terlihat rasa takut atau canggung dari raut wajahnya yang polos.
Bahkan di gendongan salah seorang kerabatnya yang mengantar masuk ke dalam kamar operasi, ia terlihat ceria.
Baca Juga : Perjuangan Denada Temani Anak dan Ibunya Hingga Naik Turun Tangga Rumah Sakit
Ia terus menebar senyum dengan orang di sekitarnya termasuk dengan para dokter dan perawat yang menyambutnya di depan kamar operasi.
Anak bungsu dari lima besaudara pasangan (36) tersebut tengah mendapat penanganan dari tim dokter spesialis bedah plastik dari RSTKA yang tengah melakukan bakti sosial kesehatan di Alor.
Syamsudin sejak setahun lalu mengalami cacat permanen kedua lengannya tak bisa digerakkan.
Jaringan kulitnya mengkeret akibat kecelakaan sikunya masuk ke wajan pengorengan yang berisi minyak panas. Selain siku bagian dada dan kakinya juga mengalami luka.
“Tapi untuk sebagian luka di kaki dan dada itu tidak menganggu aktifitasnya sehingga tidak kita lakukan pembedahan,” kata dr. Ruby SpBP salah seorang dokter yang menangani operasi tersebut.
Menurut Ruby, tindakan yang dilakukan oleh tim dokter yaitu memotong beberapa bagian jaringan kulit di kedua siku kiri dan kanan sehingga kedua lengannya bisa bebas bergerak.
“Kalau sebelumnya kedua lengannya tidak bisa digerakkan karena selain mengkeret di bagian luka ditumbuhi keloid,” papar Ruby sambil jelaskan operasi pada bocah yang kenes itu berlangsung sekitar tiga jam lamanya.
Jalannya operasi yang dilakukan di ruang operasi di dalam ESTKA itu berjalan lancar. Antara dokter bedah plastik yang melakukan tindakan dengan perawat yang membantu berjalan padu.
MELARANG IBUNYA MENANGIS
Sri Mulyani selama menunggu anaknya operasi duduk di dek depan kapal bersama suaminya tersebut menceritakan bahwa musibah itu sama sekali tak pernah diduga sebelumnya.
Ceritanya pagi itu, Halimah ibunya atau nenek Syamsudin tengah mengoreng kue roti goreng di dapur yang akan dijual di kampung.
Baca Juga : Sebelum Sakit, Arda Naff dan Tantri Syalindri Inisiatif ke Rumah Sakit
Roti goreng tersebut salah satu mata pencarian untuk tambahan sehari-hari.
Namun ketika sibuk di depan wajan penggorengan Syamsudin dari yang datang kejauhan berlari menuju ke arah neneknya.
Celakanya ketika persis di samping wajan pengorengan tiba-tiba kakinya tersandung sehingga tubuhnya tersungkur ke depan.
Saat itulah lengan kirinya langsung masuk ke wajan pengorengan yang berisi minyak panas.
Minyak mendidih yang memenuhi wajan itu juga nyiprat ke lengan kanan, dada, kaki dan sedikit di bagian wajah.
“Untungnya wajan itu tidak sampai terguling tapi hanya miring. Kami tak bisa membayangkan bagaimana jadinya andaikata wajan itu sampai terbalik dan minyaknya tumpah pasti sudah habis anak saya,” kata Sri Mulyati yang ibunya saat itu tidak bisa menyelamatkan cucunya karena kejadiannya begitu cepat dan kedua tangannya juga memegang alat memasak.
Suasana mendadak panik dan jerit tangis keluarganyapun pecah melihat kejadian tersebut.
Semua tak tega melihat kedua lengan Syamsudin dan beberapa bagian kulitnya melepuh.
Baca Juga : Dasrath Manjhi, Belah Gunung Berbatu Seorang Diri Demi Akses Jalan ke Rumah Sakit
Namun yang mencengangkan Syamsudin tidak menangis justru dengan ucapannya yang masih cadel meminta pada orang di sekitarnya untuk tenang dan melarang menangis.
“Jangan menangis...jangan menangis aku tidak apa-apa,” Sri Mulyati menirukan celoteh anaknya saat itu.
Seketika itu Syamsudin langsung dibawa ke Rumah Sakit Daerah Kalabahi Alor untuk mendapatkan perawatan.
“Hampir satu bulan anak saya dirawat di rumah sakit, dan dirawat pakai program BPJS sehingga tidak perlu mengeluarkan uang,” timpal Abdul Rahman yang mendampingi istrinya.
Yang menjadi masalah setelah sembuh lukanya lenganya mengkeret sehingga tidak leluasa bergerak.
“Itu yang kami sedih, bagaimana kelak masa depan anak saya dengan kondisi tubuh seperti ini, apalagi Syamsudin adalah anak laki-laki satunya dari kelima anak saya,” keluh Sri Mulyati.
Sri Mulyati sebenarnya ingin melakukan pengobatan lanjutan ke Kupang, tetapi hal itu tidak dimungkinkan mengingat tidak ada biaya yang cukup.
Suaminya yang sehari nelayan di laut tidak cukup untuk membiayai operasi bedah plastik.
“Rata-rata penghasilan suami melaut itu kalau pas lagi ramai bisa mendapatkan Rp 200 ribu per haritapi kalau sepi cuma Rp 50 ribu, bahkan kalau pas ombak besar sama sekali tidak ada penghasilan karena tidak bisa melaut,” paparnya.
Beruntung di tengah kebingungan itu ia mendapat kabar tentang kedatangan RSTKA ke Alor yang memberikan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang membutuhkan.
“Alhamdulillah, semoga setelah operasi ini kedua tangan anak saya bisa kembali normal setidaknya bisa berkurang sehingga bisa melewati masa kanak-kanak dengan gembira,” kata Sri Mulyati penuh harap.
Baca Juga : Kondisi Kesehatannya Menurun, Subin Dal Shabet Dilarikan ke Rumah Sakit!
OPERASI KATARAK TERTINGGI
Sementara direktur RSTKA dr. Agus Harianto, SpB, menjelaskan sampai hari kedua misi di Alor, RSTKA sudah menangani sekitar 250 orang pasien.
Dari screning yang dilakukan dari 74 pasien yang datang 74 pasien diantaranya yang harus memerlukan tindakan operasi.
“Sampai hari kedua operasi katarak yang tertinggi jumlahnya karena mencapai 53 orang, selebihnya adalah operasi bedah plastik, gondok dan lain-lain."
"Untuk pasien gondok operasi dilakukan langsung oleh Dr. dr. Sahudi, SpB.KL, kepala bagian ilmu bedah umum RS Dr. Soetomo, Surabaya,” jelas Agus yang untuk hari ketiga ini sudah ada delapan pasien lagi yang siap di operasi.
Sementara ketua yayasan dari RSTKA dr. Christijogo, SpAn KAR, bersyukur karena selama menjalankan misi kemanusiaan di Alor mendapat respon positif dari pemerintah daerah dan jajarannya.
“Antara misi RSTKA dengan Pak Bupati maupun jajaran dibawahnya sejalan, karena kebetulan saat ini pemerintahan Alor juga tengah meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat,” kata Christijogo.
Pelaksanaan bakti sosial RSTKA ini melibatkan 32 orang dokter dan para medis dari berbagai bidang, mulai dokter bedah, bedah plastik, anak, kandungan, mata, anestesi, serta dokter.
Untuk pelaksanaan operasi dilakukan di ruang operasi yang berada di kapal, yang memang sudah didisain sebagai rumah sakit terapung.
Gandhi Wasono M.