Enteng pun melangkah mencari es batu lewat jalan cumi-cumi. Belum lama melangkah bumi yang dipijaknya tiba-tiba bergoyang hebat.
Ia pun bingung tak tidak tahu harus berbuat apa. Pikiran Enteng kacau. Ia hanya mengingat waktu itu air bah datang menerjang dirinya.
Baca Juga : Band Kotak Sapa Pengunjung Zona Inspiratif di Asian Para Games 2018
Ia teraduk-aduk dengan beton penggalan anjungan Pantai Talise yang terlepas, kayu dan benda-benda lainnya.
"Saya berusaha menyelamat diri tapi tidak bisa, saya terasa diaduk-aduk dengan beton keras," katanya sedih.
Setelah berjuang dalam hantaman tsunami, yang pertama ia ingat adalah ia sudah terbaring di atas seng atap rumah warga.
Enteng baru menyadarinya jika dinding rumah ini sudah roboh. Ia terkulai lemah bersama sampah dan material lainnya.
Di mana-mana terdengar suara minta tolong, dia sendiri tidak mampu bergerak.
Peristiwa ini seperti mimpi, ia coba meyakinkan dirinya bahwa yang sedang ia alami ini bukan mimpi.
Baca Juga : Kisah Nadia Murad, Dari Mantan Budak Seks ISIS Hingga Raih Nobel Perdamaian
Tiba-tiba Enteng sadar, ia ingat anak-anaknya. Saat itu ia merasa memiliki tenaga yang sangat kuat. Ia bangkit dan berjalan ke arah tempat jualannya.
Ya, dia ingat ketiga anaknya! Mawar, Riski dan Nur Adiba. Di mana mereka? Ia pandangi tempat jualannya, tidak ada apapun kecuali sampah dan materi yang berhamburan.