Grid.ID - Warga Desa Sibalaya Selatan, Kec. Tanambulava, Kab. Sigi, bahu-membahu merenovasi pipa saluran air sepanjang 6.000 meter dari sumber di puncak gunung Salumanapo untuk disalurkan ke desanya.
Saluran baru bantuan Jejaring Mitra Kemanusiaan-OXFAM (JMK-OXFAM) ini dibuat warga desa Sibalaya karena saluran lama hancur akibat gempa disertai tsunami dahsyat, 28 September 2018 lalu.
Hari itu, warga desa Sibalaya menyaksikan adanya aktifitas lereng Gunung Salumanapo.
Di perbukitan terjal dengan pepohonan yang masih lebat, puluhan orang dengan penuh semangat bahu membahu melakukan berbagai aktivitas.
Baca Juga : Trauma Pasca Tsunami Banten, Anak Ade Jigo Tak Mau Lagi ke Laut
Ada yang menggotong potongan-potongan pipa paralon ke sumber mata air di puncak bukit, ada yang menurunkan paralon bekas yang sudah aus melewati sungai kering.
Kelompok lainnya berada diantara lebatnya rerimbunan pohon di lereng bukit menyambung pipa paralon karet dengan perangkat listrik khusus.
Sumber daya listrik diambil dari diesel yang dipikul bersama-sama.
Menjelang petang, barulah mereka kembali turun ke hunian sementara sejauh 6 kilometer.
Sebagian berjalan kaki, sebagian lainnya naik motor butut yang sudah dimodifikasi untuk mampu menembus jalan-jalan sempit dan terjal.
Selain melewati jalan yang sempit dan naik turun, sebagian lain harus menembus jalan yang dipenuhi kubangan, sungai kering, serta melintas diantara lebatnya pohon di lereng gunung.
Para lelaki perkasa ini tengah merenovasi pipa saluran air sepanjang 6.000 meter dari sumber di puncak gunung Salumanapo untuk disalurkan ke desanya.
Mereka membuat saluran baru karena saluran lama hancur akibat gempa yang melanda daerahnya 28 September 2018 lalu.
Pemasangan pipa baru tersebut diprakarsai dan didanai oleh Jejaring Mitra Kemanusiaan-OXFAM (JMK-OXFAM) yang melibatkan masyarakat setempat dengan sistem kerja padat karya.
Baca Juga : Cerita Ade Jigo Saat Diterjang Tsunami, Lihat Orang Ceramah Hingga Pintu Bercahaya
Kepala Desa Sibalaya, Abdul Gafur (37), dan Kaur Keuangan Desa Sibalaya, Sofyan, adalah dua sosok yang menjadi motor penggerak kegiatan padat karya di desa yang terkena gempa dan likuifaksi tersebut.
“Tidak seorangpun yang menginginkan mendapat musibah. Kalau memang akhirnya terjadi, ya, kita semua harus ikhlas menerima. Semua harus bangkit, tidak boleh terlalu lama larut dalam kesedihan,” kata Abdul Gafur ketika ditemui di hunian sementara bersama warga lainnya.
Abdul Gafur mengaku, bukan pekerjaan mudah membangkitkan kembali semangat warganya pasca kehilangan rumah akibat gempa.
Namun, dia tidak mau putus asa. Setiap hari dia keluar masuk tenda pengungsian untuk memompa semangat warganya.
“Sebenarnya dalam hati saya juga remuk redam, tetapi kalau sebagai pemimpin saya ikut drop, bagaimana dengan warga saya?” kata Abdul Gafur, yang sebelum menjadi kepala desa, aktif ikut berbagai organisasi.
Abdul Gafur menceritakan betapa gempa hebat meluluhlantakkan desanya. Tempat tinggal warga desa yang berjumlah 257 KK atau 919 jiwa hilang tak berbekas.
“Tak hanya hancur, tapi dimana posisi rumah kami pun tidak ada yang tahu. Begitu gempa, semua bangunan bergeser hingga 500 meter lebih dari lokasi semula,” cerita Abdul Gafur.
Akibatnya, semua infrastruktur hancur tak berbekas, termasuk saluran air yang selama ini berfungsi mengairi seluruh kebutuhan warga desa.
“Karena pipa di sumber mata air hancur, pasokan air ke bawah pun otomatis berhenti.”
Baca Juga : 4 Negara yang Pernah Alami Fenomena Awan Berbentuk Gelombang Tsunami, Sama Seperti di Indonesia
Beruntung, ditengah kesulitan tersebut, hadir JMK-OXFAM membantu merenovasi pipa saluran air dengan pipa baru dengan kapasitas yang lebih besar.
Yang lebih menggembirakan lagi, tak hanya material saja yang disediakan, proses pengerjaannya pun menggunakan sistem padat karya.
“Proses perencanaan sampai pengerjaan melibatkan warga dan mendapat upah. Bisa dilihat sendiri bagaimana warga begitu bersemangat. Mereka sadar, pengairan ini sumber kehidupan mereka,” papar Abdul Gafur dengan wajah gembira.
Volume Air Lebih Besar
Sofyan, Kaur Keuangan Desa Sibalaya, mengaku kehadiran JMK-OXFAM memberi banyak manfaat bagi warga desa.
Tak hanya memberikan tambahan penghasilan, pemasangan pipa baru itu juga meningkatkan volume air pasokan dibandingkan sebelumnya.
Sofyan menjelaskan, sebelum penggantian pipa baru bantuan JMK-OXFAM, hanya ada satu pipa lama berdiameter 3 dim.
Dari sumber mata air di puncak gunung, air kemudian dialirkan melalui pipa paralon menuju bak penampungan pertama, lalu dialirkan lagi ke bak penampung pembagi.
Jarak antara bak penampungan pertama dengan bak pembagi tersebut sepanjang 4000 meter.
Dari bak pembagi, barulah air dialirkan lagi sepanjang 2.000 meter menuju di lokasi perkampungan warga.
Pipa baru yang dipasang ada dua, masing-masing berdiameter 3 dim dan 4 dim.
“Dengan tambahan pipa ini, maka pasokan air ke warga makin melimpah. Bahkan ada rencana kelak kelebihan pasokan itu akan digunakan untuk mengairi perkebunan juga,” papar Sofyan.
Baca Juga : Menyeramkan!Ramalan 2019: Tsunami Besar Akan Melanda Indonesia Hingga Artis Ketahuan Gay
Pipa paralon yang baru ini juga memiliki kualitas yang jauh lebih bagus dari pipa paralon biasa. Bahannya semi karet sehingga lebih lentur dan bisa mengikuti kontur tanah.
Kekuatannya pun berlipat ganda. “Menurut teknisi yang mengajari kami, kekuatan pipa ini dalam kondisi normal bisa mencapai 50 tahun pemakaian,” jelas Sofyan dengan nada gembira.
Pemasangan pipa baru ini memang tidak seperti pipa pada umumnya dan harus menggunakan teknik tertentu dengan peralatan elektrik. Tetapi ternyata warga tidak mendapat kesulitan berarti.
“Hanya di awal saja teknisi mengajari cara menyambung pipa, tetapi setelah itu warga mampu mengerjakan sendiri. Saya berharap, kelak mesin penyambung pipa ini dihibahkan sehingga kalau suatu saat ada kerusakan, warga bisa melakukan penyambungan sendiri,” harap Sofyan.
Sofyan mengaku, meski program padat karya ini hanya berlangsung 15 hari, namun sangat bermanfaat bagi warga desa di tengah kesulitan akibat bencana.
Keberadaan program padat karya ini dirasa memberi manfaat ganda. Selain mendapatkan tambahan penghasilan di tengah sulitnya masalah ekonomi paska bencana, hasil dari proyek padat karya itu juga langsung dinikmati masyarakat sendiri.
“Makanya warga antusias,” papar Sofyan yang sebelum bencana gempa, sehari-hari menjadi penjual beras di pasar.
Tambahan Modal Untuk Jualan Kue
Suasana ceria dan penuh semangat juga tergambar pada wajah ibu-ibu warga Desa Sibalaya.
Meski saat ini tinggal di rumah hunian sementara dengan segala keterbatasan, namun mereka tidak mau larut dalam duka.
“Memang sedih, tapi, kan, tidak boleh selamanya sedih. Hidup ini terus berjalan, kami semua punya anak dan keluarga yang perlu penghidupan, jadi kami harus segera bangkit,” kata Nirma (32), satu diantara ibu-ibu yang ada.
Nirma yang siang itu sedang bercengkerama dengan Sabenna, Rani, dan Naida mengaku warga Desa Sibalaya merasa terbantu dengan proyek padat karya yang dilakukan JMK-OXFAM.
Berbeda dengan warga laki-laki yang mengerjakan pemasangan pipa air, warga perempuan fokus membersihkan rumput dan gulma di areal kebun cabe, tomat, dan sayuran lain di sekitar lokasi hunian.
Baca Juga : Pasca Tsunami di Selat Sunda, BMKG Pasang Alat Peringatan Dini Tsunami di Sekitar Gunung Anak Krakatau
Setelah bersih dari gulma, hasil tanaman terbukti makin bagus.
“Kalau sekedar cabe, tomat dan sayur, kami tidak perlu membeli, cukup ambil dari kebun saja,” timpal Sabenna (60).
Karena itu, lanjut Nirma, hampir semua ibu dan remaja perempuan warga Desa Sibalaya ikut terjun di proyek padat karya tersebut.
“Kami beruntung, selain suami, kami para ibu juga dilibatkan dalam proyek ini,” ujar Nirma yang berharap setelah program padat karya ini berakhir, ada suntikan dana atau pinjaman lunak yang ditawarkan bagi mereka.
Dana tersebut kelak akan dijadikan modal untuk membuka usaha seperti ketika belum terkena bencana.
Menurut Naida, laki-laki warga Desa Sibalaya sejak lama bertanam, sementara warga perempuan sudah lama dikenal memiliki keterampilan membuat kue.
Makanan kecil itu dijual di depan rumah, pasar, bahkan ada yang keliling dari kampung ke kampung.
“Tetapi begitu gempa, semua langsung terhenti. Jangankan peralatan membuat kue, rumah saja hilang entah kemana,” timpal Sabenna, janda dengan lima anak, empat di antaranya mengais rezeki di luar kota.
“Kalau ada sedikit bantuan modal, rencananya akan kami gunakan untuk membeli peralatan masak-memasak serta bahan kue. Itu saja keinginan sederhana kami,” imbuh Sabenna.
Ya, warga memang harus segera bangkit dan menentukan masa depan sebab tak mungkin selamanya mengharapkan bantuan. “Kami ingin berusaha dengan kaki dan tangan sendiri, kami tidak ingin selamanya meminta, kami ini punya kemampuan,” tambah Nirma penuh semangat.
Mengembalikan Rasa Percaya Diri
Sementara itu Meilinarti, koordinator Emergency Food Security and Vulnerable Livelihood (EFSVL) JMK-Oxfam menjelaskan, program padat karya merupakan salah satu program yang diterapkan oleh JMK-OXFAM di lokasi bencana.
Pola penerapan program padat karya tetap mengacu pada peraturan pemerintah yang ada. “JMK-OXFAM menetapkan program padat karya ini dilakukan selama 15 hari dengan upah sebesar Rp 80 ribu/hari dengan masa kerja maksimal 6 jam,” kata Meilinarti.
Tujuan program padat karya ini minimal ada dua, yang pertama membantu perekonomian para korban bencana untuk sementara. Yang kedua, warga bisa langsung menikmati hasil kerja yang dilakukan.
Namun, selain kedua manfaat di atas, program padat karya ini juga untuk mengembalikan rasa percaya diri warga. Pasalnya, warga tidak sekedar menerima uang tetapi juga ikut terlibat dalam perencanaan, pengambilan keputusan, sampai tahap peleksanaan.
“Jadi, pihak JMK-OXFAM sifatnya hanya memfasilitasi, tapi pengambil keputusan tetap warga,” papar Meilinarti sambil menjelaskan bahwa selama mengikuti program padat karya, warga juga akan dilindungi oleh BPJS selama sebulan.
Yang tak kalah penting, untuk daerah-daerah tertentu seperti Desa Sibalaya ini, penerapan program padat karya sekaligus juga menjadi trauma healing.
Dengan melakukan aktifitas positif bersama, maka beban psikologis akibat gempa yang pernah dialami akan berangsur hilang.
Gandhi Wasono M.
Innalillahi, BCL Berduka di Penghujung Tahun 2024, Tangisnya Pecah Kehilangan Sosok Kesayangan