Kehadiran JMK-OXFAM bagi kami luar biasa. Sekarang kami tidak perlu lagi ke sumber mata air karena sudah tersalurkan sampai di sini. Selain itu, banyak hal yang diberikan kepada warga , mulai dari edukasi kesehatan sampai penguatan peran perempuan.”
Ibu bersuara tegas ini mengisahkan, sebelumnya ia tinggal di jantung kota Palu. Selama 20 tahun ia menjadi Kader Posyandu serta 4 tahun mengelola beras untuk warga miskin.
Lima tahun belakangan, ia tinggal di perbukitan sebab sejak lama mendapat kabar bahwa perumahan di tepi Pantai Palu itu masuk zona merah.
Kawasan itu memiliki potensi bencana alam yang sangat membahayakan. “Soal ancaman bahaya ancaman itu sebenarnya sudah lama saya dengar,” imbuh ibu tamatan SMA ini.
Baca Juga : 3 Tahun Vakum, Donita Akui Sempat Kagok Saat Kembali Syuting
Sekarang, Yulianti memikirkan bagaimana kelak nasib para pengungsi agar hak-haknya bisa terpenuhi.
Sebab, akibat gempa dan tsunami mereka tidak hanya kehilangan anggota keluarga tetapi harta benda hilang tak tersisa.
Para pengungsi yang rata-rata golongan menengah ke bawah itu sangat membutuhkan perannya untuk mendapatkan hak-haknya.
Aulina
GEMPA YANG MEMBAWA “BERKAH”
Siang itu, beberapa ibu-ibu di Dusun Dua, Desa Walandanao, Kecamatan Balesang Tanjung, Donggala, tengah mencangkul membuat galian di sepanjang jalan desa.
Terik matahari yang menyengat sama sekali tak mengurangi semangat mereka. Untuk menahan paparan sinar matahari, mereka mengenakan topi lebar dan baju lengan panjang. Sambil mencangkul mereka bercakap-cakap dan bercanda.
Galian sepanjang 1,5 kilometer itu terbentang mulai dari sumber air di atas bukit, kemudian melintas di kebun serta rumah warga.