Sementara itu lelaki dewasa tidur di pelataran beratap langit.
Namun, lanjut Agustina, warga kampungnya memang dikenal pekerja keras.
Mereka tidak terlalu lama merasakan tidur di bangunan tua di tengah savana tersebut.
Dengan sekuat tenaga, masing-masing keluarga membuat tempat tinggal sederhana dengan bahan kayu seadanya.
“Sebenarnya memang ada bantuan tenda tapi tidak kuat panasnya. Makanya di sini tidak ada yang menggunakan tenda. Sekarang, tempat tinggal kami lebih nyaman dan sejuk. Masing-masing pengungsi tinggal di bangunan seperti tempat tinggalnya,” imbuh Agustina yang ikut terlibat aktif di berbagai kegiatan warga pengungsian tersebut.
Persoalan utama saat awal tinggal di tempat pengungsian, lanjut Agustina, adalah soal air.
Untuk memenuhi kebutuhan air, mereka berusaha mencarinya meski tempatnya jauh.
Dua minggu setelah bencana, datanglah seorang relawan dari JMK-OXFAM yang melakukan pendataan sekaligus berupaya untuk mencari sumber air bersih.
Setelah dilakukan pengeboran, ditemukan sumber air untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi.
Namun, setelah dipakai beberapa hari air yang keluar dari perut bumi itu dalam keadaan panas.
Sumber mata air itu akhirnya ditutup dan mencari sumber air lainnya yang kini bisa dimanfaatkan.
Warga desa pun bersyukur dengan kehadiran JMK-OXFAM yang membantu pembangunan di sumber mata air.
Agustina pun mengkoordinir ibu-ibu untuk berperan aktif membantu para bapak yang bekerja.