Para lelaki membangun wadah penampung air, kemudian memasang pipa-pipa karet yang disalurkan ke lokasi pengungsian.
Para ibu bertugas menyediakan makan siang dan kue-kue.
“Kami saling bahu membahu. Lokasi sumber mata air lumayan jauh yaitu 4,5 kilometer. Jalannya pun mesti naik turun bukit,” cerita Agustina.
Perjuangan para relawan JMK-OXFAM dan masyarakat tidak sia-sia. Akhirnya, mereka mendapatkan air yang dibutuhkan.
Air dari sungai yang jernih itu disalurkan ke sebuah tanki , kemudian disalurkan lagi ke belasan tanki-tanki kecil untuk dibagi ke masing-masing kelompok tempat tinggal pengungsi.
“Sekarang soal air sudah tidak ada masalah, bahkan sangat nyaman sekali,” papar Agustina.
Tak hanya itu, JMK-OXFAM juga membuat kamar mandi yang diperuntukkan untuk para difabel. Pintunya lebih lebar, menggunakan WC duduk, serta jalan menuju kamar mandi juga diratakan dengan semen.
Penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda pun lebih mudah dan nyaman.
Saat ini Agustina bertugas merawat fasilitas yang ada agar tidak ada masalah.
Misalnya saja rajin mengontrol air di masing-masing tanki termasuk kran-kran yang ada ada di dalam kamar mandi. “Jangan -jangan masih ada yang lupa belum ditutup. Jika air ini ada masalah, kami semua yang rugi. Makanya, saya sering tengak-tengok di rumah-rumah pengungsi untuk mengontrol,” paparnya.
Selain soal air, ia juga mendidik anak-anak para penguingsi untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Ia tak segan-segan menegur anak-anak yang membuang sampah sembarangan. Kita tinggal di pengungsian ini harus bisa menjaga lingkungan dengan baik, supaya tidak menimbulkan dampak kesehatan,” kata Agustina yang di awal pindah masing-masing keluarga juga mendapatkan hygiene kit dari pihak JMK-OXFAM.
SARNI
MEMBENTUK DUTA KESEHATAN
Menanamkan pola hidup sehat pada anak harus dilakukan sejak usia dini.
Sebab, kebiasaan itu akan dibawa sampai kelak mereka dewasa.
Prinsip tersebut melekat kuat pada sosok Sarni, salah seorang guru SDN V Balesang Tanjung, Kabupaten Sigi.
“Kalau tidak diajarkan mulai usia anak-anak, lalu kapan lagi. Kalau sekarang mereka sudah terbiasa dengan kebiasaan hidup sehat, Insya Allah kebiasaan baik itu akan melekat sampai dewasa,” kata Sarni memberi alasan.
Karena itulah, Sarni menyambut baik ajakan relawan dari JMK-OXFAM yang datang ke sekolah untuk mengadakan kegiatan Duta Kesehatan (DK) untuk siswa sekolah di tempatnya mengajar.
Sarni mengatakan, di antara 160 siswa di sekolahnya, akan dipilih 12 siswa yang dianggap paling menonjol di antara kawan-kawannya.
“Merekalah yang akan berperan menjadi DK. Kelak mereka diharapkan menjadi motor penggerak yang menularkan kebiasaan baik pada sesama temannya. “Saya sudah seleksi dan 12 anak tersebut sudah terpilih,” kata Sarni, yang dipilih oleh pihak sekolah menjadi guru yang bertanggung jawab dalam proses seleksi DK tersebut.
Sarni yang sudah 13 tahun menjadi guru honorer tersebut menjelaskan kriteria untuk menjadi DK.
Selain memiliki nilai akademis yang lebih menonjol di antara teman-temannya, mereka juga memiliki kemampuan berkomunikasi yang bagus. Anak-anak yang terpilih bisa dengan mudah mempraktikkan atau memberi contoh kepada teman-temannya bagaimana cara pola hidup sehat.
“Salah satunya contohnya, mereka diminta ke depan kelas untuk mempraktikkan bagaimana cara mencuci tangan dengan benar. Meski sepele, masih banyak anak-anak yang belum tahu tata caranya lo,” kata lulusan sarjana agama dari salah satu perguruan tinggi di Palu tersebut.
Sarni menguraikan, 12 anak DK itu 10 di antaranya adalah perempuan. Hanya ada 2 siswa lelaki yang dipilih.
“Saya tidak tahu dalam banyak hal anak perempuan jauh lebih menonjol daripada anak lelaki. Mungkin anak laki terlalu banyak bermainnya,” katanya sambil tertawa.
Dua diantaranya adalah Susi Wiyanti (9) dan Rendi (11). Mereka duduk di bangku kelas 3. Susi maupun Rendi tergolong anak yang pandai bergaul dengan teman-temannya.
Itu terlihat, ketika di kelas mereka selalu menjadi perhatian teman-temannya.
“Saya senang, terpilih jadi Duta Kesehatan,” kata Susi yang bercita-cita ingin jadi dokter dengan wajah tersipu malu.
Susi, anak kedua dari dua bersaudara pasangan Baharudin dan Nirma tersebut mengaku bahwa tugasnya sehari-hari adalah mengkoordinir teman-temannya yang punya kewajiban menyapu dan bersih-bersih kelas sebelum jam masuk sekolah.
“Anak yang piket harus datang lebih awal untuk menyapu ruang kelas dan membersihkan meja guru,” kata Susi yang ayahnya seorang nelayan tersebut sambil tersenyum.
Demikian pula dengan Rendi. Anak bungsu dari enam bersaudara yang kedua orangtuanya petani ini salah satu tugasnya adalah mengingatkan teman-temannya jika berperilaku kurang bersih.
“Saya diminta sama Bu Guru untuk menasihati teman yang buang sampah sembarangan,” imbuh Rendi, anak pasangan Asman dan Afita yang kelak jika dewasa ingin jadi tantara tersebut.
Sarni mengatakan, pelatihan tentang kebersihan mutlak diberikan di kawasan tempat tinggalnya setelah tertimpa bencana.
Di tengah kondisi lingkungan yang berantakan, jika tidak bisa menjaga lingkungan kesehatan maka dampaknya akan lebih parah.
Sumber penyakit akan menyebar ke mana-mana. Nah, anak-anak yang menjadi Duta Kesehatan itu, jadi bagian penting untuk selalu menjaga lingkungan bersih dan sehat.
Gandhi Wasono M.