Mirip seperti penderita TBC yang tidak paham obatnya buat apa selama 6 bulan, apabila batuknya mereda maka ia akan menjual obat-obat gratisnya di pasar gelap demi beberapa lembar Rupiah untuk beli rokok.
Ketimbang para kepala daerah bekerja sendiri, mengatasnamakan diri sendiri, betapa mulianya bila mereka menggerakkan semua dinas terkait.
Mendirikan posko dapur umum yang mengantarkan makanan-makanan bergizi setiap hari, termasuk pembuatan makanan pendamping ASI sesuai data penduduk yang bisa diperoleh dari RT dan RW, sehingga tidak mubazir.
Baca Juga: Parno Terhadap Virus Corona, Inul Daratista Sampai Tak Izinkan ART Keluar Rumah
Mumpung kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memperbolehkan kendaraan logistik keluar masuk, maka pemerintah wajib melanggengkan rantai makanan berkesinambungan mulai dari pertanian, perkebunan, perikanan, hingga peternakan sebagai tulang punggung ketahanan pangan nasional.
Mereka yang bertani, beternak serta mencari ikan tidak boleh terdampak menjadi pengangguran, apalagi jalur pemasarannya terhenti.
Fokus penanggulangan ekonomi tidak boleh semata-mata berorientasi pada masyarakat perkotaan.
Mungkin, justru ini momen yang pas bagi pemerintah untuk mengambil alih kekuasaan kartel dan mendistribusikan kebutuhan pangan sehat, secara adil dan merata.
Begitu pula orang-orang dengan penyakit tidak menular tapi rentan asupan pangan, misalnya penyandang diabetes, hipertensi, kanker, dan sindroma metabolic.
Bisa jadi hanya hitungan hari saja mereka bisa tumbang.
Padahal, rumah sakit dipenuhi risiko tertular virus corona.
Source | : | Kompas.com,Covid19.go.id |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Okki Margaretha |