Sebelumnya, Freddy pernah divonis 3 tahun 4 bulan setelah tertangkap memiliki 500 gram sabu-sabu pada 2009.
Freddy kembali berurusan dengan polisi dan divonis 18 tahun penjara setelah terbukti memiliki 300 gram heroin, 27 gram sabu, dan 450 gram bahan pembuat ekstasi.
Tak cukup sampai di situ. Freddy si terpidana mati terciduk dan mengakui masih mengendalikan bisnis narkoba dari balik jeruji besi.
Freddy mengatur pembuatan narkoba jenis baru di mana pabriknya kemudian diketahui terletak di sebuah ruko di Cengkareng, Jakarta Barat, pada April 2015.
Freddy bahkan juga mengendalikan peredaran narkoba di berbagai lapas, merekrut anak buahnya yang juga narapidana seperti dirinya.
Saat diwawancarai Kompas TV pada 15 April 2015, Freddy membeberkan caranya berkomunikasi dengan anak buahnya dari dalam penjara.
Menurut Freddy, ia menggunakan fasilitas warung telepon (wartel) yang ada di LP Nusakambangan tempatnya mendekam kala itu.
"Kalau di lapas itu ada wartelsus, wartel khusus pemasyarakatan. Itu saya pakai untuk komunikasi. Jadi, selama ini saya berbincang itu lewat wartel di sana," kata Freddy.
Dijelaskan Freddy, ia dipungut biaya untuk menggunakan fasilitas telekomunikasi di lapas itu.
"(pakai wartel) bayar, tergantung dari penggunaan kita ya," tambahnya.
Freddy dapat menggunakan wartel di lapas selama yang ia inginkan.
"(tidak ada batasan waktu). Bebas. Cuma bukanya di pagi hari, jam 09.00-11.00 WIB," paparnya.
Berkat fasilitas tersebut, Freddy mengaku dapat berkomunikasi dengan timnya di berbagai lapas seperti di LP Cipinang dan Salemba. Dia bahkan bisa menghubungi jaringannya di Belanda.
"Saya komunikasi seperlunya saja dengan pekerja saya, sama yang di Belanda aja," ucap Freddy.
"(Hubungi anak buah di lapas) pakai wartel. Bisa kok," lanjutnya.
Berjuang Halalin Pacar di Jepang dan Sudah Dilamar, Pria Wonogiri Berujung Ditinggal Nikah: Tak Kusangka
Source | : | Kompas.com,intisari |
Penulis | : | Rissa Indrasty |
Editor | : | Nurul Nareswari |