Nakita.id - Sebagai orangtua tentu ingin anak kita tumbuh menjadi pribadi yang baik, sesuai dengan yang mereka harapkan dan impikan.
Karenanya sedari kecil, orangtua berusaha memotivasi anak dengan berbagai pujian.
Tak jarang Moms mengatakan "Ih, anak mama pintar sekali deh. I love you."
Atau bahkan Dads mengungkapkan, "Wow, hasilnya amazing sekali nak! Pintar, hebat, keren sekali anak ayah satu ini."
Beberapa orangtua percaya bahwa ucapan orangtua adalah doa untuk anak.
Baca Juga : Kenapa Sih Anak Kecil Dilarang Duduk di Jok Mobil Depan?
Pujian seperti di atas, juga kata ‘cantik’, ‘tampan’, ‘pintar’, dan masih banyak lainnya, yang diberikan orangtua kepada anak mempunyai harapan kata-kata tersebut akan menjadi doa dan bisa terwujud di masa mendatang.
Tapi siapa sangka, bila kalimat, ungkapan pujian, dengan kata-kata tersebut ternyata bisa merujuk pada tindakan labelling yang justru memiliki pengaruh negatif pada perkembangan kualitas dan konsep diri anak.
Menurut Ajeng Raviando, Psi, seorang Psikolog Anak dan Keluarga saat diwawancara Nakita.id, mengatakan, saat ini tindakan labelling tidak hanya menggunakan kata-kata negatif seperti ‘malas’, ‘nakal’, ‘bodoh’, tetapi juga kata-kata positif, seperti ‘cantik’, tampan, ‘pintar’, dan lainnya.
Ia bahkan mengaku, saat ini lebih sering menemui orangtua melabel anaknya dengan kata-kata yang positif dibandingkan dengan kata-kata negatif.
Padahal kedua hal tersebut sama-sama berbahaya terhadap kualitas hidup dan konsep diri anak.
"Mungkin maksudnya orangtua ingin memotivasi anak, sayangnya jika labelling tersebut tidak sesuai dengan potensi anak justu kasihan untuk si anak. Dirinya tidak tahu potensinya dia dimana,” ujar Ajeng saat ditemui Nakita.id di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin (10/9).
Baca Juga : Empat Cara Komunikasi dengan Anak Millennials Biar Nggak Kalah Update
Senada dengan Ajeng, Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Psi., Psikolog Anak dan Keluarga, dari Universitas Indonesia, saat diwawancara Nakita.id, menjelaskan bahwa efek labelling itu tidak melulu negatif, ada juga yang positif.
Labelling bisa memotivasi seseorang untuk mencapai seperti yang diharapkan, sebab labelling sama seperti memberikan label di kaleng makanan.
Di mana kita menempatkan kata-kata tertentu pada seseorang yang seakan-akan memberikan merek bahwa dia adalah seperti itu.
Namun, di balik efek positif tersebut, tersimpan pula efek negatif bila tindakan labelling diberikan secara terus-menerus dan tanpa pembuktian.
Baca Juga : Anak Millennials Selalu Mengikuti Apa Kata Teman, Kamu Juga Nggak?
“Efek negatif labelling itu banyak yang negatif. Efek negatif labelling itu adalah membatasi,” ujar Anna Surti Ariani atau yang akrab disapa Nina ini saat ditemui di kawasan Depok, Jawa Barat, pada Kamis (13/9).
Nina menjelaskan, setidaknya ada 3 efek negatif yang perlu disadari dari tindakan labelling pada anak; membatasi minat, membatasi konsep diri, dan membatasi cara orang memperlakukan anak.
Tidak hanya itu, Nina mengatakan bahwa pembatasan tidak hanya dirasakan oleh anak tetapi juga orang disekitar anak.
Penting diingat, “Efek labelling yang paling signifikan adalah label dari orangtua dan keluarga, karena bagaimana pun itu adalah lingkungan terdekat anak," pun lanjut Nina, besarnya efek labelling bukan hanya dari kedekatan terhadap anak, tetapi juga seberapa sering label itu disampaikan kepada anak.
“Semakin sering itu disampaikan dan intonasinya juga keras, maka itu akan lebih berpengaruh pada anak dibandingkan yang lebih jarang dikatakan dan sambil lalu,” tambahnya.
Para ahli mengatakan, anak yang masih di bawah usia 12 tahun masih sangat mudah terpengaruh oleh labelling yang dilekatkan padanya.
Baca Juga : Gimana Sih Cara Mendidik Anak Millennials? Cari Tahu Yuk!
Untuk itu, Nakita.id mengangkat isu-isu yang kerap terjadi dalam lingkungan keluarga seperti halnya kecenderungan melabel anak di saat anak tidak dapat memenuhi keinginan orangtuanya, yang dapat menjadi doktrin bagi anak dalam mengenali dirinya sendiri.
Oleh karena itu, campaign #LovingNotLabelling diangkat untuk menyadarkan para orangtua akan bahayanya labelling pada anak.
"Nakita.id peduli kepada apa yang terjadi tapi tidak disadari oleh para orangtua saat ini, khususnya para Moms, di mana saat orangtua merasa kesal, emosi akan apa yang dilakukan anak, maka orangtua biasanya akan mengeluarkan kalimat yang melabel anak tersebut tanpa disadari, misalkan ketika melihat tulisan anaknya jelek, orangtua akan bilang "kok tulisan kamu jelek banget sih?, nanti begini terus loh selamanya" atau misalkan anak tidak bisa mengerjakan PR, orangtua akan bilang "gini aja kok enggak bisa sih de?"
Baca Juga : #LovingNotLabelling, Terlanjur Melakukan Labelling Pada Anak? Ini yang Harus Dilakukan
Nah, mungkin pada saat itu dikatakan tidak terjadi apa-apa, tidak terjadi anak yang menangis, tapi tanpa disadari itu akan masuk ke dalam subconscious anak, akan tertanam kepada kepribadian si anak sehingga anak akan merasa bahwa tulisannya akan jelek terus selamanya atau dia akan merasa dia enggak bisa jadi apa-apa
Nakita.id ingin menyebarkan kampanye bahwa mencintai anak bisa dilakukan dengan salah satu bentuknya adalah tidak mengucapkan kalimat-kalimat yang memberikan label kepada anak tersebut," ungkap David Togatorop, Managing Editor Nakita.id, dalam acara Coaching Clinic Hypnotalk #LovingNotLabelling Nakita.id pada Sabtu 3 November 2018.
Tidak hanya itu, David juga menjelaskan, agar para Moms yang datang ke acara ini dapat membawa ilmu yang bisa mereka terapkan pada anak dengan tidak lagi melakukan labelling.
"Para Moms yang datang ke acara #LovingNotLabelling Hypnotalk ini datang dengan ekspektasi bahwa mereka bisa mengetahui apa yang menyebabkan mereka melabel anak dan pulang dengan solusinya bagaimana mereka tidak melakukan hal itu
Sepanjang acara para Moms yang berasal dari seluruh Jabodetabek antusias mengikuti sesi penjelasan perkembangan anak, jika bahkan ikut mempraktikkan bagaimana meredam emosi atau bahkan mencoba menyembuhkan istilahnya rebooting atau healing diri sendiri apa yang tertanam label pada Moms itu yang mereka rasakan sewaktu mereka kecil dan itu efektif bisa dilakukan dengan mudah sudah dipraktikkan dan cukup berhasil.
Baca Juga : Jangan Mager! Inilah 5 Hal Produktif yang Dapat Dilakukan Para Ibu
Lebih dari itu, David menambahkan, kampanye ini akan terus berjalan tidak hanya di tahun 2018 saja tetapi juga pada tahun 2019.
"Nakita.id peduli pada hal seperti ini, dan kampanye #LovingNotLabelling ini akan terus berjalan, harapan para Moms ikut memviralkan kampanye ini, karena itu bukan hanya berguna untuk diri Moms sendiri tetapi diharapkan Moms juga menyebarkannya kepada Moms yang lain
Dan Nakita.id akan full support kampanye ini baik di akhir tahun 2018 ini maupun sepanjang 2019, Nakita.id akan banyak berbicara melalui artikel-artikel #LovingNotLabelling, juga akan mengadakan berbagai acara untuk membuat Moms tidak melakukan labelling tersebut.
Campaign #LovingNotLabelling, memang sudah dimulai sejak tanggal 7 September 2018 kemarin Moms.
Baca Juga : Ternyata Anak yang Jarang Main Gadget Justru Berprestasi di Sekolah
Puncak acara campaign #LovingNotLabelling berlangsung tepat pada hari ini, Sabtu 3 November 2018, pukul 09.00-12.00 WIB.
Nakita.id bekerja sama dengan Majalah Kreativitas Mombi mengadakan acara Sharing Session & Coaching Clinic yang bertempat di Ruang Merbabu dan Merapi, Gedung Kompas Gramedia Majalah Unit 1 Lantai 8, Jalan Panjang, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Topik yang diangkat adalah “Stop Labelling Pada Anak!” Kenali Metode Hypnotalk Untuk Kendalikan Emosi.
Pesertanya sebanyak 60 Moms dan 60 anak yang terdiri dari 7 komunitas serta peserta luar yang telah mendaftar.
Adapun yang menjadi pembicaranya adalah pakar yang ahli di bidang ini, yaitu; Erfianne S. Cicilia, S.Psi seorang Psikolog Anak dan Coach Leader Nunny Hersianna.
Acara ini terbagi dalam 2 sesi, sesi orangtua dan anak-anak.
Dalam sesi orangtua, acara ini dipandu oleh Kenia Gusnaeni sebagai moderator, dengan rangkaian acara mulai dari sharing session yang dibawakan oleh Psikolog Anak Erfianne S. Cicilia, S.Psi sebagai pembicara, coaching clinic yang dipandu oleh hipnoterapis Nunny Hersianna, sebagai Coach Leader Hypnosis, lalu card writing dan certificate ceremony.
Baca Juga : Daripada Memaksa Anak Belajar, Lakukan 3 Hal Ini Untuk Mendukung Prestasi Si Kecil
Sedangkan pada sesi anak-anak, dipandu oleh seorang pendongeng, Amelia Sofyan atau kerap disapa Kak Mia, yang terdiri dari berbagai aktivitas seperti storytelling, kolase, dongeng video, hingga menari dan menyanyi.
Tampak terlihat, ekspresi anak-anak begitu senang dan ceria dengan kegiatan yang dilakukan.
Sementara itu, menurut Psikolog Anak Erfianne S. Cicilia, S. Psi, labelling sendiri merupakan suatu tindakan memberikan label atau ciri atas perilaku anak.
Misalnya saja ketika Moms mengatakan bahwa Si Kecil petakilan atau tidak bisa diam, atau lambat saat tengah bersiap ke sekolah.
Perilaku ini tentu memiliki dampak besar terhadap anak dari mulai efek jangka pendek hingga jangka panjang.
Lalu mungkin ada Moms yang penasaran, apakah tindakan ini bisa dilakukan untuk memotivasi anak?
Baca Juga : 4 Dampak Buruk yang Terjadi Jika Orang Tua Memaksa Anak Belajar Demi Nilai Bagus di Sekolah
Dalam acara Stop Labelling pada Anak #LovingNotLabelling dari Nakita.id pada 3 November 2018, Erfianne mengungkapkan pendapatnya terkait hal tersebut.
Menurutnya setiap ibu sebetulnya memiliki niat yang baik terkait perilaku labelling-nya.
"Sebetulnya tujuan ibu labelling itu pasti untuk hal baik kan Moms, tapi kita tetap tidak tahu proses dan pengalaman yang dialami anak," ujarnya.
Menurutnya setiap ibu sebetulnya memiliki niat yang baik terkait perilaku labelling-nya.
"Sebetulnya tujuan ibu labelling itu pasti untuk hal baik kan Moms, tapi kita tetap tidak tahu proses dan pengalaman yang dialami anak," ujarnya.
Menurutnya sampai seseorang bisa mengubah labelling menjadi motivasi untuk hidupnya, prosesnya cukup panjang.
Di sisi lain, menurut Coach Leader Hypnosis, Nunny Hersianna, otak manusia terdiri atas otak limbik yang bisa menyerap apapun informasi, baik yang positif maupun negatif.
Pada acara ini, Nunny Hersiana juga menjelaskan tentang Hypnotalk.
Baca Juga : Bella Shofie Ceritakan Kebiasaannya Saat Hamil Agar Miliki Bayi Tampan dan Berkulit Bersih
Hypnotalk sebenarnya berasal dari kata hypno dan talk.
Hypno itu berarti tidur, tapi bukan tidur yang sebenarnya, jadi kalau secara umum hypnotalk itu adalah cara kita berbicara dengan sugesti yang positif terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain," ungkapnya.
Nah, hypnotalk ini juga ternyata efektif untuk mencegah labelling dari orangtua pada anak.
Labelling yaitu memberikan cap pada anak, baik yang bermakna positif atau bermakna negatif.
"Kalu kita sedang melabel anak misal, kok enggak bisa diem' atau 'kok enggak mau membersihkan kamar'.
Baca Juga : Kenali Gejala Penyakit Jantung Bawaan pada Anak, Bisa Muncul Sejak Bayi!
Itu kan kalimat yang mempunyai makna negasi, padahal kita bisa loh menggunakan bahasa yang lebih positif melalui hypnotalk.
Misalnya, 'nak gimana ya caranya agar kamarmu lebih rapi'.
Jadi bukan ke arah negatifnya, tapi lebih ditekankan pad hal positifnya," kata Nunny.
Pada akhir presentasinya dalam acara ini, Nunny juga menyampaikan harapannya pada orangtua agar dapat menggunakan hypnotalk untuk mencegah labelling.
"Harapannya dengan adanya acara coaching clinic ini, Nunny mengharapkan agar para orangtua tahu mengenai cara untuk berbicara atau berkomunikasi secara baik dengan diri sendiri ataupun dengan anak anak," tambahnya.
Nunny juga berharap acara seperti ini akan diselenggarakan lebih sering lagi untuk memberikan pengetahuan baru pada orangtua.
"Acaranya ini luar biasa terutama dengan hastag #LovingNotLabelling, sangat perlu untuk terus dilanjutkan.
Kalau saya lihat dari crowded di acara tadi, itu sebenarnya orangtua itu hanya tidak tahu saja, jadi saat Nakita punya ide ini, ini akan sangat luar biasa.
Dan satu hal, edukasi itu sebenarnya tidak bisa dilakukan sekali saja, jadi harus berkelanjutan.
Baca Juga : Ibu Hamil Wajib Lakukan Hal Ini Agar Calon Bayi Aman dari Penyakit Hepatitis B
Dengan cara ini mudah-mudahan Nakita.id bisa makin mengembangkan pemahaman-pemahaman mengenai labelling itu seperti apa," tutupnya.
Dalam pelaksanaannya, banyak yang terlibat dalam campaign #LovingNotLabelling, diantaranya:
1. Ajeng Raviando, Psi, seorang Psikolog Anak dan Keluarga
2. Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Psi., Psikolog Anak dan Keluarga, dari Universitas Indonesia
3. Dokter Reisa Broto Asmoro
4. Glory Oyong, Brand Ambassador Nakita.id dan presenter Kompas TV
5. Clefy, blogger dan penulis buku
Baca Juga : Tingginya Risiko Kehamilan di Bawah Umur, Berikut Penjelasan Pakar
6. Erfianne S. Cicilia, S.Psi, Psikolog Anak
7. Nunny Hersianna, Hipnoterapis
8. Kenia Gusnaeni sebagai moderator
9. Amelia Sofyan, seorang pendongeng
Selain itu, Nakita.id juga bekerja sama dengan beberapa komunitas untuk campaign #LovingNotLabelling ini, yaitu:
1. SmartMoms
2. Ayo Dongeng Indonesia
3. Homeschooling Tangerang
4. Single Moms Indonesia
5. Indonesia Babywearers
6. Mama Super Bogor Depok
7. Dear Moms Indonesia
Dokter Reisa Broto Asmoro salah satu Key Opinion Leader (KOL) pada campaign #LovingNotLabelling pun sangat setuju dengan gerakan ini.
Dukungan Dokter Reisa Broto Asmoro, bisa dilihat dari unggahannya di instagram @reisabrotoasmoro pada 19 September 2018 lalu.
Begitu juga dengan Glory Oyong, yang mendukung penuh campaign #LovingNotLabelling.
Pun demikian dengan Clefy, yang juga memberikan dukungan campaign #LovingNotLabelling.
Hal ini bisa Moms lihat dari unggahan foto dan caption yang ia posting pada tanggal 27 September 2018 di instagram pribadinya @clefy_theartganta.
Sementara itu, Ayo Dongeng Indonesia, salah satu komunitas yang ikut terlibat dalam campaign #LovingNotLabelling juga turut menyebarkan pesan positif #LovingNotLabelling.
Komunitas ini memposting dalam instagram mereka @ayodongeng_ind, pada 27 September 2018.
Baca Juga : Perbedaan Cara Ibu Memberikan ASI Ternyata Mempengaruhi Risiko Obesitas Pada Bayi
Sementara itu, para Moms yang datang ke Coaching Clinic Hypnotalk #LovingNotLabelling, mengatakan sangat puas dengan acara yang diadakan Nakita.id ini, karena banyak ilmu baru yang mereka dapatkan.
Natasha, Moms berusia 33 tahun ini, kini lebih paham tentang labelling pada anak.
"Sekarang sudah tahu gimana caranya meredam labelling ke anak, sekarang sudah kenal paham dan sayangi anak, jadi kenali dulu anaknya, setelah itu kita bisa paham dan bisa mengurangi labelling pada anak," ungkapnya.
Hal serupa juga dikatakan oleh Moms Ike.
Ike mengungkapkan ilmu yang didapatnya sangat menginspirasi.
"Ilmu semuanya yang ada di dalam tadi menginspirasi saya, apalagi saya sebagai ibu baru yang butuh banyak pengetahuan bagaimana mendidik anak, dan ini salah satu program pendidikan pribadi buat seorang ibu seperti saya, terutama tentang labelling, itu sangat melekat sekali dalam kehidupan sehari-hari," paparnya.
Tidak hanya itu, dengan mengikuti acara ini para peserta akan membawa pulang kemampuan:
* Membangun kedekatan anak pada orangtua, juga sebaliknya
* Membantu orangtua mengenali pertumbuhan psikologi anak
* Membantu orangtua mengontrol emosi
* Menumbuhkan kepercayaan diri anak
* Dan tentunya kemampuan hypnotalk, supaya bisa menjadi orangtua yang baik untuk anak dan membentuknya menjadi manusia unggul, berprestasi, seperti yang diharapan oleh Moms dan Dads.
Acara Coaching Clinic Hypnotalk #LovingNotLabelling juga didukung oleh:
1. Ajinomoto
2. Babylogy
3. Nutrifood
4. Vidoran UHT
5. Vidoran Gummy
6. Vicenza
7. Dennis Catering
8. Simply
9. Bento Catering
10. Moo Moo Roll Cake
11. KGVC
12. Nunny Hersianna
13. Sweety
14. So Klin
15. Cussons
(Nakita.id/Poetri Hanzani)
Artikel ini telah tayang di Nakita.id dengan judul #LovingNotLabelling, Berikut Ilmu, Manfaat dan Keseruan yang Didapat di Acara Coaching Clinic Hypnotalk
Pak Tarno Ketiban Rezeki Nomplok Usai Viral Jualan Ikan Cupang, Tangisnya Pecah saat Diberi Sosok ini Rp 50 Juta
Penulis | : | None |
Editor | : | Atikah Ishmah W |