Bibi ini emang gak bener lah.
Uang gak dikembalikan, celana gak boleh dicoba.
Terus dia jawab gini, "Oke, okelah, silahkan coba tapi harus diambil ya."
Lalu kutimpali dengan senyum sinis, "Mudah bener cara bibi berjualan."
Kemudian kusuruh teman untuk memakainya.
Kali ini celana yang dikenakannya tetap dipakai.
Jadi, saat dicoba, kulitnya tak bersentuhan secara langsung dengan celana yang dicobanya.
Akhirnya, celana itu jadi ditukar dengan yang lain, dan kemudian kutarik tangan temanku agar segera pergi.
Aku merasa jengkel dengan orang seperti itu.
Hatiku hancur.
Ternyata, sebelumnya toko dan muka sakral yang jualan lupa kufoto.
Aku geram karena lupa melakukan hal itu.
Awalnya aku tak berbagi cerita ini ke teman.
Tapi, dirinya mendesak dan terus bertanya apa yang kukatakan.
Sebab, dia melihat ekspresi wajahku yang kelihatannya serius.
Aku saat itu tetap diam.
Saat kami berjalan hingga restoran, dia tetap mendesak agar aku bercerita.
Di mulai frustasi denganku, dan akhirnya aku menyerah juga.
Lalu kubagikan tentang kejadian tadi bahwa dia gak boleh nyoba celana karena non-muslim.
Cerita yang lain gak kuceritain.
Sontak dia langsung berubah sikap.
Katanya, jika sebelumnya dia tahu, dia akan segera menjauh dari celana-celana tersebut dang segera menunjukkan jari tengah kepada si pedagang.
Aku gak bisa bayangin gimana bila tahu semua kisahnya.
Setelah makan, aku minta maaf atas prilaku bibi tersebut dan perbuatanku yang tak memberitahunya.
Kuharap barang ini tak merusak gairahnya di hari ini, meski gairahku sendiri sebenarnya sudah sampai ke laut.
Kuharap, kejadian ini tak terjadi dengan orang non-muslim lainnya.
Malaysia itu terdiri dari bermacam agama dan bangsa.
Ayolah kawan, kita hidup di tahun 2017.(*)
Talitha Curtis Bongkar Kelakuan Ibu Angkat, Pernah Sodorin Dirinya ke Om-om di Usia 13 Tahun Demi Hal Ini
Source | : | Celana,Pakaian,Malaysia,Korea,Korea Selatan,Islam,Toleransi,Toko Pakaian |
Penulis | : | Ahmad Rifai |
Editor | : | Ahmad Rifai |