Para dokter dan perawat bersiap melakukan tindakan CVC. Sebelum keluarga meninggalkan Jessica, Jessica masih asyik main handphone ayahnya.
Dokter segera lakukan pemasangan CVC. 15 menit kemudian tindakan CVC selesai dilakukan.
Dokter Sitanggang memanggil kedua orang tua Jessica. Waktu menunjukkan sekitar pukul 16.00 Wib.
"Pak Bu.. CVC sudah selesai kami lakukan. Jessica bisa opname di sini atau pindah rumah sakit", terang dokter Sitanggang.
Belum selesai dokter Sitanggang menjelaskan, dari ruang Jessica terdengar suara gemuruh kepanikan.
Terdengar suara kencang perawat memanggil dokter.
Ibu Jessica terperanjat. Mereka ikut masuk. Ada apa gerangan?
Tampak dua tiga orang perawat dan dokter Sitanggang berlari ke ruang Jessica.
Beberapa orang perawat mencoba menekan dada Jessica untuk memberi CPR.
Dua orang perawat membuka paksa mulut Jessica dengan alat.
Mencoba memasukkan selang. Saking paniknya tiga buah gigi atas Jessica patah.
Ibu Jessica menjerit.
Lalu berlari keluar memanggil keluarganya yang lain.
"Saya melihat tiga gigi Jessica patah karena dipaksa buka" ujar Pak Marpaung dan Pak Tambunan kawan kakek Jessica yang ikut melihat kejadian.
Pukul 16.15 Wib, detak janjung Jessica berhenti.
Di layar monitor tampak garis lurus berjalan. Jessica meninggal dunia.
Ibu Jessica meraung-raung menangis kesetanan. Ia menjerit histeris.
Suaminya memukul-mukul tepi tempat tidur Jessica. Mereka menggoncang-goncangkan tubuh Jessica yang mulai mendingin kaku.
"Jessica.. Bangun kau nak.. Bangun kau nak. Jangan tinggalkan mamak nak... Bangun kau... Tuhan Yesus tolong anakku.. Tolong Tuhan.. ", jerit histeris Ibu Jessica seperti orang kesurupan.
Ibu Jessica melabrak dokter. "Kalian apakan anakku ini? Katakan dimana rumah sakit yang terbaik.. Katakan.. Columbia atau Materna!!", teriak Ibu Jessica geram.
"Maaf ibu.. Anak ibu sudah meninggal.. ", ujar dokter Nina terbata.
"Tidak!! Tidakkkk.. Tidakkk!! Anakku belum mati. Papa.. Ayo kita bawa Jessica ke Columbia. Cepat pa! ", pinta Ibu Jessica pada suaminya.
Pak Jessica dan anggota keluarga lain tak kuasa menolak. "Anak kita sudah meninggal ma", isak Pak Jessica lirih sambil memeluk istrinya.
"Gendong pa.. Gendong pa", paksa Bu Jessica kepada suaminya.
Akhirnya Jessica digendong. Dibawa lari langsung ke RS Columbia Medan.
Sekitar 15 km jaraknya dari RS Adam Malik.
Mobil tancap gas melaju kencang membelah jalanan Medan yang macet.
Di dalam mobil, tidak henti-hentinya Bu Jessica komat kamit berdoa berharap muzizat. " Pa.. Beri nafas buatan Pa.. Ayo Pa.. Beri nafas buatan Pa" pinta Bu Jessica agar suaminya memberi nafas buatan.
Ayah Jessica mencoba memberi nafas buatan. Ia tahu itu sia-sia. Tapi tetap dilakukan agar istrinya tenang.
Mulutnya ditempelkan ke mulut Jessica sambil didekapnya erat bercucuran air mata.
Sepanjang jalan hampir 1 jam perjalanan, tubuh kaku Jessica terus dibelai ibu Jessica sambil berseru Tuhan Yesus selamatkan anakku. Sementara suaminya terus memberi nafas buatan.
"Dokter tolong anak saya tolonnnggggg" jerit Ibu Jessica setibanya di depan ruang UGD RS Columbia.
Para perawat nampak sigap. Dengan cekatan membopong Jessica ke ruang UGD.
Dokter jaga langsung memeriksa Jessica.
"Maaf bu.. Anak ibu sudah meninggal dari tadi bu. Tubuhnya sudah dingin dan kaku. Tidak ada lagi detak jantungnya", ujar dokter jaga RS Columbia geleng-geleng kepala.
"Tolong selamatkan anak saya dokter.. Tolonnng.. Tolonnng dokter", pinta Ibu Jessica sambil menyembah-nyembah dengan sepuluh jarinya.
Ibu Jessica rebah di lantai. Ia terus mendesak agar dokter menyelamatkan anaknya. Dokter hanya menggeleng.
Jenazah Jessica akhirnya dikembalikan.
Mulutnya ditempel lakban plastik oleh perawat RS Columbia karena gigi atasnya tiga buah patah saat dipaksa buka oleh tenaga medis RS Adam Malik.
Malam sekitar pukul 20.30 Wib, jenazah Jessica tiba di rumah kakeknya di Jalan Binjei.
Esok sorenya langsung dikebumikan di Pekuburan Sei Semayang Binjei.
"Darah terus mengucur deras dari hidung anakku waktu di baringkan di rumah duka. Terus ku lap hidungnya pakai tisu. Kenapa keluar darah segar dari hidung dan mulutnya?", ucap Ibu Jessica sesak menahan geram.
Ibu Jessica menunjukkan foto Jessica sesaat meninggal dunia.
Di pundak kiri dekat leher tampak ada dua bekas lubang CVC menghitam.
Sementara di lengan kanan kirinya tampak kulitnya menghitam.
Kedua orang tua Jessica sedih dan kecewa.
Laporan tindak pidana dugaan malpraktik yang telah dilaporkan ke polisi pada 4 Oktober 2017 hingga saat ini belum diproses Polda Sumut.
Sejak dilaporlan belum ada pemanggilan sama sekali.
"Mentang-mentang kami orang kecil ya tulang, tidak dianggap oleh mereka", lirih Ibu Jessica sambil merapikan rerumputan makam Jessica.
"Jessica... Maafkan mamak ya nak... Maafkan mamak nak... Mamak yang salah.. Mamak yang salah membawamu ke rumah sakit Adam Malik itu", lirih Bu Jessica sesunggukkan sambil menyesali dirinya yang salah membawa anaknya ke Adam Malik.
Birgaldo Sinaga tidak mampu menahan kesedihan.
Air matanya tak mampu ditahan.
Seorang ibu kehilangan anak yang paling dicintainya, tanpa ia tahu apa penyebab kematian anaknya.
Hasil laboratorium dari Adam Malik tertanggal print out 23 Agustus 2017 yang diminta keluarga malah tidak diberikan.
Yang diberikan malah print out tertanggal 4 Oktober 2017. Aneh.
"Saya ingin keadilan untuk anak saya", lirih Bu Jessica setengah berbisik saat memeluk pundak Birgaldo Sinaga, di depan kuburan anaknya.
Semoga keluarga Jessica mendapatkan keadilan untuk anak yang sangat dicintainya.
Semoga pula tak terulang kejadian seperti ini pada keluarga lainnya. (*)