Grid.ID-Penanganan pasien yang tidak profesional kembali memakan korban di RS Adam Malik, Medan.
Curhatan akun Birgaldo Sinaga menggambarkan secara detil, bagaimana perlakuan dokter dan perawat malah membuat sang balita tewas mengenaskan.
Begitu mengharukan kejadian tersebut, membuat ribuan netizen bersimpati, dan ada 2 ribu komentar atas hal itu.
Kebanyakan memberikan simpati, dan bercerita kasus-kasus penanganan pasien yang tidak profesional oleh tenaga medis.
Berikut penuturan kronologis tewasnya sang balita cantik dalam statusnya.
"Katakan mana rumah sakit yang paling bagus dokter !! Columbia atau Materna !!", teriak Ibu Jessica dengan isak tangis pilu.
"Maaf Bu... Anak ibu sudah meninggal..kami sudah berusaha.. ", jawab dokter Nina terbata.
"Tidakkk !!! Tidakkk !! Anakku belum mati. Anakku masih hidup....Cepat katakan rumah sakit mana yang paling bagus Columbia atau Materna !!. Katakan cepat !!", teriak kencang Bu Jessica sambil menggoyang-goyangkan tubuh kaku anaknya Jessica.
Sementara di tengah ranjang Jessica, Pak Jessica suami Bu Jessica tampak menangis sesunggukkan.
Dadanya bergetar, ia memukul dinding.
Ia mencoba menahan istrinya yang menjerit meraung histeris tidak terima anaknya mati.
Jerit tangis seisi keluarga Jessica memecah ruang UGD RS Adam Malik sore itu.
Kakek, Nenek, Paman, Bibi dan tetangga Kakek Jessica tak kuasa menahan tangis.
Mereka histeris melihat Jessica meninggal begitu cepat.
Serasa mimpi.
Rabu, 23 Agustus 2017, menjadi hari kelabu bagi keluarga Jessica.
Hari yang mengubah perjalanan hidup keluarga Jessica.
(Baca : Saling Bantah Bukti Prostitusi di Hotel Alexis, Begini Pengakuan Salah Satu Pelanggan Tetapnya )
Jessica balita berusia 4 tahun adalah putri satu-satunya keluarga Jhonson Parsaoran Sianipar dan Ibu Kristin Aviani Simbolon.
Jessica adalah anak ke dua dari tiga bersaudara.
"Kami membawa Jessica untuk medical check up sesuai anjuran Dokter Yazid. Tapi kenapa malah meninggal", ucap Bu Jessica terbata-bata sambil menangis sesunggukan tak percaya.
"Kami membawa Jessica bukan karena Ia sakit kritis. Kami bawa ke RS Adam Malik karena saran Dokter Yazid yang meminta agar Jessica diperiksa ke laboratorium untuk memastikan diagnosa dokter Yazid soal sakit GBS", ujar Bu Jessica terbata-bata menahan tangis membuka percakapan.
Seminggu sebelum di bawa ke RS Adam Malik, tepatnya Hari Selasa, 15 Agustus 2017, Jessica dibawa kedua orang tuanya ke M77 Clinic, tempat Dokter Yazid buka praktik.
Menurut pemeriksaan Dr. Yazid Dimyati, Sp. A(K), Spesialis Anak Konsultan Saraf Anak, Jessica mengalami sakit GBS (Guillain Barre Syndrome) atau radang polineuropati demielinasi akut.
GBS adalah peradangan akut yang menyebabkan kerusakan sel saraf tanpa penyebab yang jelas. .
(Baca : Di Balik Rumit dan Kerasnya Proyek PT MRT Jakarta, Ada Direktur Konstruksi Muda dan Cantik Ini )
Itu yang menyebabkan Jessica sulit berjalan.
Kakinya sering merasa seperti kesemutan.
Sejak bulan Juli Jessica terkena GBS.
Oleh Dokter Yajid, Jessica diberikan rujukan ke RS Adam Malik untuk dilakukan pemeriksaan EMG/KHS.
Menurut Dokter Yazid hanya di RS Adam Malik yang punya alat pemeriksaan penyakit GBS.
Kondisi Jessica menurut Dokter Yazid sudah melewati masa kritis GBS.
Hanya masalah waktu saja Jessica akan pulih.
(Baca : Kena Herpes di Bibir, Wanita ini Mengaku Gara-gara Lakukan Kebiasaan Sepele Saat di Mal )
"Yang penting kontrol dan minum obat. Pakai BPJS juga tidak mengapa", ucap Dokter Yazid serius.
Namun, untuk memastikannya Dokter Yazid menyarankan dilakukan pemeriksaan laboratorium agar dipastikan diagnosa GBSnya 100 persen.
Dokter Yazid memberikan surat pengantar rujukan ke RS Adam Malik .
Dua hari menjelang medical check up, Jessica masih beraktifitas normal.
Pagi hari pukul 07.00 Wib, Jessica diantar ayahnya berangkat pergi ke sekolah TK, di bilangan Jalan Brigjen Katamso Medan.
"Jessica pagi itu nampak normal. Seperti biasa. Tidak ada nampak sesak nafasnya", ujar Bu Lenny, asisten wali kelas Jessica.
"Jessica pagi itu diberikan tugas menulis angka huruf mandarin. Dan Jessica sama seperti teman-temannya menulis seperti yang saya ajarkan", ujar Bu Lenny Wali Kelas Jessica.
Buku-buku milik Jessica yang masih tersimpan dalam lemari, tulisan tangannya masih belum sempurna.
Sebuah kertas berwarna hijau berbentuk bujur sangkar tertempel pada halaman tengah buku.
(Baca : Ngakak! Berusaha Kabur Saat Razia, Pengemudi Motor ini Dapat Pelukan Hangat Polisi, Lihat Videonya )
"Itu tugas kerajinan tangan Jessica", ujar Bu Lenny menjelaskan hasil karya Jessica.
Musibah berawal saat mereka mmebawa balita Jessica ke RS Adam Malik, untuk melakukan medical check up.
Bapak Jessica menyatakan baru pertama kali ke rumah sakit Adam Malik itu, sehingga tidak tahu pintu gerbang rumah sakit itu sebelah mana.
Dari sinilah pangkal muasal musibah kematian Jessica bermula.
Rabu, 23 Agustus 2017, Jessica dibawa kedua orang tuanya ke RS Adam Malik, merujuk surat rujukan dari Dokter Yazid. Malam sebelumnya, Jessica masih mengerjakan PR menulis huruf mandarin.
Jessica juga antusias menghafal Baju Baru untuk ujian.
Tidak ada tanda-tanda sakit pada tubuh Jessica.
Pukul 06.00 Wib, pagi hari itu, Jessica bangun, mandi, sarapan.
Pukul 08.00 Wib, Keluarga Jessica bersiap berangkat ke RS Adam Malik.
Jessica dipapah berjalan oleh ayahnya dari kamar ke teras rumah.
Turut serta kakek nenek Jessica dalam rombongan.
Aditya Maulana, karyawan Game Online milik keluarga Jessica pagi itu juga melihat Jessica bersiap berangkat ke rumah sakit.
"Saya lihat biasa saja sih Jessica. Seperti biasa aja Bang. Kalau berjalan Jessica pegang tangan ayahnya", ujar Aditya.
Aditya tidak melihat ada tanda-tanda Jessica sakit, tidak ada melihat jessica sesak nafas. Sama seperti hari-hari lainnya.
Jika berjalan Jessica dipapah ayahnya.
Pagi itu Aditya dapat giliran menjaga game online dan melihat Jessica pergi bersama keluarganya ke rumah sakit.
Sekitar pukul 09.00 Wib keluarga Jessica tiba di RS Adam Malik.
Sialnya, Ayah Jessica tidak tahu pintu masuk poliklinik umum RS Adam Malik.
Maksud hati menuju poli umum, apa daya mobil yang dikendarai malah masuk pintu gerbang UGD. Ada dua pintu masuk RS Adam Malik.
Jalan pintu masuk hadap Selatan tempat Poli Umum.
Jalan pintu masuk hadap Barat tempat UGD.
Tiba di depan pintu UGD, para perawat langsung menyorongkan ranjang beroda.
Jessica dibangunkan dari tidur oleh ibunya, setengah perjalanan Jessica tidur.
Jessica turun dari mobil.
Berdiri di samping mobil menunggu neneknya turun dari pintu samping, Jessica ngotot tidak mau naik kereta ranjang.
Akhirnya Jessica digendong dinaikkan ke ranjang, ia menolak rebah.
Dari pintu gerbang menuju ruang UGD, Jessica hanya duduk saja di atas ranjang.
Perawat memasukkan Jessica ke ruang UGD.
Sementara ayah Jessica mencari parkiran, agak menjauh dari UGD.
Sementara Ibu Jessica diminta perawat mengisi pendaftaran di bagian administrasi.
Kakek nenek Jessica ikut masuk ke dalam ruang UGD.
Tampak Jessica dikelilingi dokter dan beberapa perawat.
Ada sekitar 6-8 orang mengelilingi Jessica.
Para medis langsung mengambil tindakan.
"Lho kenapa anakku? Apa yang terjadi? Kenapa jadi begini kondisinya? ", ucap Ibu Jessica terperanjat menyaksikan anaknya tampak ketakutan.
Ibu Jessica melihat jarum suntik yang berisi darah Jessica usai mendaftar di administrasi.
"Lho kenapa diambil darah anakku? ", protes Bu Jessica.
Perawat menjelaskan mereka terpaksa mengambil darah dari selangkangan Jessica karena beberapa kali dicoba di pergelangan tangan Jessica, mereka tidak dapat pembuluh darahnya.
"Darah ini untuk pemeriksaan laboratorium bu", ujar perawat datar.
Usai diambil darahnya, kedua bola mata Jessica nampak bergerak berputar-putar melihat langit-langit.
Jessica tidak mengenali lagi Ayah Ibu dan kakek neneknya.
Jessica hanya mendelik matanya.
Seperti ketakutan, seperti trauma.
Padahal baru lima belas menit ditinggalkan ibunya yang pergi mengurus di bagian pendaftaran.
Pukul 10.00 Wib, Dokter Nina memanggil Ibu Jessica.
Menurutnya kondisi Jessica kritis, diharuskan opname dan infus.
Sementara hasil lab sudah keluar.
"Lho kok jadi parah begini dokter. Saya bawa kemari untuk medical check up seperti rujukan Dokter Yazid", ucap Bu Jessica sambil menunjukkan surat rujukan Dokter Yazid.
"Kondisi anak ibu kritis. Kritis", ketus dokter Nina yang tampak emosi karena dipertanyakan diagnosanya.
Ibu Jessica memohon untuk dipindah ke rumah sakit yang lain.
Ia beralasan kurang nyaman anaknya yang tampak sehat ketika dibawa malah seperti kehilangan kesadaran ketika diambil darah dari selangkangan Jessica tanpa seijin dirinya.
"Kami tidak bisa mengizinkan anak ibu pindah rumah sakit, karena kondisinya kritis", jawab dokter Nina tegas.
Keluarga Jessica mengalah. Mereka tidak mau berdebat panjang.
Yang penting Jessica bisa selamat. Meskipun dalam rongga dadanya ada penyesalan melihat kondisi anaknya memburuk.
Pukul 10.30 Wib, Jessica diberikan infus dan NGT.
Sulit mencari nadi di pergelangan tangannya.
Akhirnya infus dimasukkan dari tungkai kaki Jessica.
Jessica masih terbaring diruang UGD.
Tempat tidur Jessica hanya dibatasi tirai gordyn berwarna biru.
Banyak bangsal berjejer berdampingan berbatas gordyn saja.
Bangsal Jessica persis di tengah depan pintu kaca masuk ruang UGD.
Di sebelahnya juga ada yang sedang dirawat.
Ramai orang sakit hari itu masuk UGD. Hilir mudik lalu lalang orang tak henti keluar masuk.
Pukul 11.00 Wib, kesadaran Jessica mulai pulih.
Jessica sudah mampu mengenali kedua orang tuanya.
"Mama.. berdarah ma.. ", lirih Jessica sambil menunjuk selangkangan dan punggung tangannya yang tampak bekas tusukan jarum.
Cairan infus melalui tungkai kaki mampet. Cairan tidak bisa mengalir.
Ibu Jessica mencoba menenangkan anaknya.
"Tidak nak.. Itu digigit nyamuk nak", bujuk Bu Jessica menenangkan anaknya.
Ayah Jessica mencoba menghibur Jessica.
Ia tahu lagu kesukaan Jessica.
Ayahnya menyanyikan lagu Twinkle Twinkle dan lagu Kingkong Badannya Besar.
Jessica senang sekali.
Ia menyela ayahnya yang salah menyanyikan syair twinkle twinkle.
Dokter Firdaus seorang dokter Anestesi memanggil kedua orang tua Jessica.
Jessica ditinggal sebentar dan dijaga kakek, nenek dan pamannya.
"Jessica harus dilakukan CVC bu. CVC diperlukan untuk menyelamatkan Jessica. Infus biasa tidak mampu lagi", terang dokter Firza.
"Apa itu CVC dok", tanya Bu Jessica.
Dokter Firdaus menjelaskan CVC itu adalah Central Venous Catheter.
CVC prinsipnya sama dengan infus biasa.
Cuma CVC infus yang langsung dimasukkan ke pembuluh darah dekat leher.
"Apakah ada risikonya dok", kejar Ibu Jessica.
"Ada dua cara pemasangan CVC. Satu di dekat leher dan satu lagi di selangkangan."
"Risiko pemasangan di selangkangan berisiko infeksi. Jadi lebih baik kita pasang dekat leher."
"Ibu tenang saja. Saya sudah sering melakukan CVC. Tidak pernah ada masalah. Tidak pernah gagal. Anak ibu harus di CVC karena kondisinya kritis", tegas dokter Firdaus.
Keluarga Jessica mengalah. Mereka tidak punya pilihan lain, mereka percaya tindakan medis dokter.
Air mata Ibu Jessica menetes saat menandatangani surat persetujuan CVC.
Jam menunjukkan pukul 12.00 Wib.
Hingga pukul 13.30 Wib, belum ada tanda-tanda dilakukan persiapan pemasangan CVC.
Padahal kata dokter harus segera dilakukan tindakan CVC.
Kakek Jessica, Pak Simbolon bertanya kepada dokter Nina yang asik bertelepon di pojok ruangan UGD.
Dokter Nina mengelak. Ia tidak tahu menahu soal itu.
Ibu Jessica mendatangi dokter muda di meja tengah UGD.
Bu Jessica meminta jika tidak ada alat CVC, Bu Jessica meminta agar anaknya di pindahkan ke RS Sakit lain.
Namun ditolak dokter karena alasan medis.
Tiga jam berlalu. Waktu menunjukkan hampir pukul 15.00 Wib.
Jessica belum juga dilakukan tindakan CVC.
Jessica sudah haus. Jessica lapar. Sejak pagi hanya makan sedikit.
Perawat wanti-wanti agar tidak diberi minum dan makan sebelum dilakukan tindakan CVC.
Ibu Jessica hanya mengoleskan air ke bibir Jessica.
Pak Marpaung, teman kakek Jessica yang ikut menjenguk mulai kesal.
Pak Marpaung marah. Ia membentak paramedis yang acuh pada Jessica.
Sudah hampir 3 jam lebih dibiarkan tanpa kejelasan.
Untunglah Jessica sabar. Di pembaringan itu Jessica terus bermain dengan ayah dan ibunya.
Opungnya juga ikut membelai tangan Jessica.
Jessica merasa bosan, lalu Jessica mengambil handphone ayahnya.
Ia main game sambil ayahnya bernyanyi twinkle-twinkle.
Setelah Pak Marpaung marah-marah, perawat mengatakan alat CVC ukuran 5 tidak ada.
Yang ada hanya ukuran 4,5. Lagi dicari.
"Mudah-mudahan sebentar lagi dapat pak", kata seorang perawat dengan raut muka dingin.
Keluarga Jessica kontan mulai emosi.
Bagaimana mungkin rumah sakit sebesar Adam Malik ini tidak punya alat CVC?
Lalu untuk apa dikatakan kritis harus dipasang CVC jika alatnya tidak ada ?
Mengapa tidak dirujuk ke rumah sakit lain?
Mengapa empat jam dibiarkan tanpa kepastian?
Sejuta tanya dan rasa kecewa amarah meledak.
Pak Marpaung dan Kakek Jessica naik emosi.
Mereka mendesak dan mengultimatum dokter dan perawat agar segera menangani cucunya.
Pukul 15.30 Wib, alat CVC ukuran 5 akhirnya tiba.
Persiapan untuk dilakukan tindakan CVC segera dilakukan.
Dokter Firdaus, Dokter Nina dan Dokter Sitanggang ikut. Beberapa perawat juga ada mendampingi.
Jessica tidak dipindahkan ke ruang ICU atau ruangan khusus.
Jessica tetap baring di ranjang UGD. Gordyn ditutup. Keluarga diminta keluar menunggu.
Para dokter dan perawat bersiap melakukan tindakan CVC. Sebelum keluarga meninggalkan Jessica, Jessica masih asyik main handphone ayahnya.
Dokter segera lakukan pemasangan CVC. 15 menit kemudian tindakan CVC selesai dilakukan.
Dokter Sitanggang memanggil kedua orang tua Jessica. Waktu menunjukkan sekitar pukul 16.00 Wib.
"Pak Bu.. CVC sudah selesai kami lakukan. Jessica bisa opname di sini atau pindah rumah sakit", terang dokter Sitanggang.
Belum selesai dokter Sitanggang menjelaskan, dari ruang Jessica terdengar suara gemuruh kepanikan.
Terdengar suara kencang perawat memanggil dokter.
Ibu Jessica terperanjat. Mereka ikut masuk. Ada apa gerangan?
Tampak dua tiga orang perawat dan dokter Sitanggang berlari ke ruang Jessica.
Beberapa orang perawat mencoba menekan dada Jessica untuk memberi CPR.
Dua orang perawat membuka paksa mulut Jessica dengan alat.
Mencoba memasukkan selang. Saking paniknya tiga buah gigi atas Jessica patah.
Ibu Jessica menjerit.
Lalu berlari keluar memanggil keluarganya yang lain.
"Saya melihat tiga gigi Jessica patah karena dipaksa buka" ujar Pak Marpaung dan Pak Tambunan kawan kakek Jessica yang ikut melihat kejadian.
Pukul 16.15 Wib, detak janjung Jessica berhenti.
Di layar monitor tampak garis lurus berjalan. Jessica meninggal dunia.
Ibu Jessica meraung-raung menangis kesetanan. Ia menjerit histeris.
Suaminya memukul-mukul tepi tempat tidur Jessica. Mereka menggoncang-goncangkan tubuh Jessica yang mulai mendingin kaku.
"Jessica.. Bangun kau nak.. Bangun kau nak. Jangan tinggalkan mamak nak... Bangun kau... Tuhan Yesus tolong anakku.. Tolong Tuhan.. ", jerit histeris Ibu Jessica seperti orang kesurupan.
Ibu Jessica melabrak dokter. "Kalian apakan anakku ini? Katakan dimana rumah sakit yang terbaik.. Katakan.. Columbia atau Materna!!", teriak Ibu Jessica geram.
"Maaf ibu.. Anak ibu sudah meninggal.. ", ujar dokter Nina terbata.
"Tidak!! Tidakkkk.. Tidakkk!! Anakku belum mati. Papa.. Ayo kita bawa Jessica ke Columbia. Cepat pa! ", pinta Ibu Jessica pada suaminya.
Pak Jessica dan anggota keluarga lain tak kuasa menolak. "Anak kita sudah meninggal ma", isak Pak Jessica lirih sambil memeluk istrinya.
"Gendong pa.. Gendong pa", paksa Bu Jessica kepada suaminya.
Akhirnya Jessica digendong. Dibawa lari langsung ke RS Columbia Medan.
Sekitar 15 km jaraknya dari RS Adam Malik.
Mobil tancap gas melaju kencang membelah jalanan Medan yang macet.
Di dalam mobil, tidak henti-hentinya Bu Jessica komat kamit berdoa berharap muzizat. " Pa.. Beri nafas buatan Pa.. Ayo Pa.. Beri nafas buatan Pa" pinta Bu Jessica agar suaminya memberi nafas buatan.
Ayah Jessica mencoba memberi nafas buatan. Ia tahu itu sia-sia. Tapi tetap dilakukan agar istrinya tenang.
Mulutnya ditempelkan ke mulut Jessica sambil didekapnya erat bercucuran air mata.
Sepanjang jalan hampir 1 jam perjalanan, tubuh kaku Jessica terus dibelai ibu Jessica sambil berseru Tuhan Yesus selamatkan anakku. Sementara suaminya terus memberi nafas buatan.
"Dokter tolong anak saya tolonnnggggg" jerit Ibu Jessica setibanya di depan ruang UGD RS Columbia.
Para perawat nampak sigap. Dengan cekatan membopong Jessica ke ruang UGD.
Dokter jaga langsung memeriksa Jessica.
"Maaf bu.. Anak ibu sudah meninggal dari tadi bu. Tubuhnya sudah dingin dan kaku. Tidak ada lagi detak jantungnya", ujar dokter jaga RS Columbia geleng-geleng kepala.
"Tolong selamatkan anak saya dokter.. Tolonnng.. Tolonnng dokter", pinta Ibu Jessica sambil menyembah-nyembah dengan sepuluh jarinya.
Ibu Jessica rebah di lantai. Ia terus mendesak agar dokter menyelamatkan anaknya. Dokter hanya menggeleng.
Jenazah Jessica akhirnya dikembalikan.
Mulutnya ditempel lakban plastik oleh perawat RS Columbia karena gigi atasnya tiga buah patah saat dipaksa buka oleh tenaga medis RS Adam Malik.
Malam sekitar pukul 20.30 Wib, jenazah Jessica tiba di rumah kakeknya di Jalan Binjei.
Esok sorenya langsung dikebumikan di Pekuburan Sei Semayang Binjei.
"Darah terus mengucur deras dari hidung anakku waktu di baringkan di rumah duka. Terus ku lap hidungnya pakai tisu. Kenapa keluar darah segar dari hidung dan mulutnya?", ucap Ibu Jessica sesak menahan geram.
Ibu Jessica menunjukkan foto Jessica sesaat meninggal dunia.
Di pundak kiri dekat leher tampak ada dua bekas lubang CVC menghitam.
Sementara di lengan kanan kirinya tampak kulitnya menghitam.
Kedua orang tua Jessica sedih dan kecewa.
Laporan tindak pidana dugaan malpraktik yang telah dilaporkan ke polisi pada 4 Oktober 2017 hingga saat ini belum diproses Polda Sumut.
Sejak dilaporlan belum ada pemanggilan sama sekali.
"Mentang-mentang kami orang kecil ya tulang, tidak dianggap oleh mereka", lirih Ibu Jessica sambil merapikan rerumputan makam Jessica.
"Jessica... Maafkan mamak ya nak... Maafkan mamak nak... Mamak yang salah.. Mamak yang salah membawamu ke rumah sakit Adam Malik itu", lirih Bu Jessica sesunggukkan sambil menyesali dirinya yang salah membawa anaknya ke Adam Malik.
Birgaldo Sinaga tidak mampu menahan kesedihan.
Air matanya tak mampu ditahan.
Seorang ibu kehilangan anak yang paling dicintainya, tanpa ia tahu apa penyebab kematian anaknya.
Hasil laboratorium dari Adam Malik tertanggal print out 23 Agustus 2017 yang diminta keluarga malah tidak diberikan.
Yang diberikan malah print out tertanggal 4 Oktober 2017. Aneh.
"Saya ingin keadilan untuk anak saya", lirih Bu Jessica setengah berbisik saat memeluk pundak Birgaldo Sinaga, di depan kuburan anaknya.
Semoga keluarga Jessica mendapatkan keadilan untuk anak yang sangat dicintainya.
Semoga pula tak terulang kejadian seperti ini pada keluarga lainnya. (*)
Larang Ayah Rozak Jadi Calon Wali Kota Depok, Ayu Ting Ting Ngaku Tolak Tawaran Terjun ke Dunia Politik, Ternyata ini Alasannya