Togo kemudian mencoret kapal ini dari daftar registrasinya. Namun, dengan cerdik kapal tersebut berganti nama Ayda sehingga bisa merapat dari pelabuhan satu ke pelabuhan lainnya.
Saat tiba di pelabuhan tertentu, kru kapal menyerahkan dokumen palsu yang menjelaskan identitasnya. Di dalam dokumen itu dijelaskan kapal ini pernah menjadi "milik" setidaknya delapan negara termasuk Togo, Nigeria, dan Bolivia.
"Ini adalah taktik biasa," kata McDonnell dari Interpol.
"Mereka biasanya melakukan pemalsuan identitas dengan berulang kali mengakali registrasi mereka," tambah dia.
"Hanya negara yang benderanya dipakai memiliki kuasa hukum atas kapal yang berlayar lebih dari 200 mil dari pantai, tetapi kapal-kapal semacam ini biasanya mengklaim bendera negara yang tak memiliki legislasi perikanan dan tidak meneken perjanjian perikanan internasional," tambah dia.
Kapal-kapal pencuri ikan ini juga seringkali mengganti benderanya, mengklaim berada di bawah yurisdiksi negara yang sebenarnya sudah menolak mereka.
"Negara-negara pesisir menganggap kapal-kapalini membawa potensi risiko. Tanpa perlindungan negara tertentu, kapal-kapal ini sebenarnya tak memiliki negara," lanjut McDonnell.
Akhirnya, pada Februari 2018, Andrey Dolgov kembali terlihat di sebuah pelabuhan di Madagaskar.
Saat kapten kapal itu mengaku kapal itu bernama STS-50 dan memberikan nomor Organisasi Maritim Internasional palsu, sebuah nomor yang harus dimiliki kapal dengan ukuran tertentu, dan sejumlah dokumen aspal lainnya.
Melihat ini pemerintah Madagaskar langsung memperingatkan CCAMLR, yang mengatur penangkapan ikan di lautan wilayah selatan sekitar Antartika.
Sekali lagi kapal ini dan krunya berhasil lolos. Namun kali ini mereka meninggalkan jejak.
Kapal itu dilengkapi dengan sebuah sistem transponder otomatis, yang digunakan untuk mencegah tabrakan antar-kapal di lautan.
Source | : | Kompas.com,intisari online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ngesti Sekar Dewi |