Namun selama pandemi, kebijakan itu memicu ledakan modal ventura.
Dalam kasus ini, pemodal ventura (venture capital/VC) dengan senang hati meminjamkan uangnya kepada para startup, misalnya.
Masalahnya, hal itu kemudian mempercepat laju inflasi.
Sebagai respons, Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga untuk memperlambat inflasi.
The Fed berencana menaikkan suku bunga hingga 5,75 persen secara bertahap. Angka tersebut sangat jauh dari suku bunga 0 persen.
Nah, ketika suku bunga naik, pemodal ventura mengerem atau bahkan berhenti "membuang-buang" uangnya. Modal yang tadinya didapatkan oleh startup dari VC kini seret.
Startup akhirnya mulai menarik lebih banyak uang yang disimpan (deposit) di SVB untuk membayar pengeluaran perusahaan.
Baca Juga: Kunci Jawaban Materi Kelas 5 SD Tema 1, Kenapa Siput Berjalan Sangat Lamban?
SVB pun harus mengeluarkan uang tunai untuk mengakomodir permintaan startup.
Di titik ini, Silicon Valley Bank perlu likuiditas alias uang cash.
SVB pun menjual sekuritas senilai 21 miliar dollar AS atau setara Rp 323,9 triliun.
Penjualan sekuritas itu mengakibatkan kerugian setelah pajak sebesar 1,8 miliar dollar AS atau kira-kira Rp 27,7 triliun.
Sulit Ceraikan Erin Taulany? Permohonan Talak Andre Taulany Sampai Ditolak 2 Kali oleh Hakim, Ini Penyebabnya: Tidak Terbukti
Source | : | Kompas.com,Kontan.co.id |
Penulis | : | Grid. |
Editor | : | Ulfa Lutfia Hidayati |