Grid.ID - Sejak pertama kali dioperasikan akhir Oktober 2017 Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) sudah melaksanakan empat kali misi bhakti sosial kesehatan dengan melakukan pengobatan pada 4000 pasien lebih dan 500 lebih diantaranya dilakukan operasi.
Bahkan dalam ekspedisi kemanusiaan di Pulau Kangean, Sumenep (Madura) untuk pertama kalinya tim dokter RSTKA menangani persalinan.
Bayi cantik yang dilahirkan melalaui proses caesar tersebut akhirnya diberi nama Putri Ksatria Airlangga.
“Kami sangat bersyukur pada Tuhan karena mimpi kami mewujudkan RSTKA ini akhirnya berhasil meski untuk mewujudkan ini penuh perjuangan yang luar biasa,” kata dr. Pudjo Hartono, SpOG (K) ketua Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang menjadi salah satu penggerak keberadaan RSTKA pada Kamis (21/6) di geladak kapal yang tengah bersandar di Pelabuhan Kalimas Surabaya.
Dokter Pudjo yang didampingi oleh tim nya yang terdiri dari dr Agus Harianto, SpB (Dir RSTKA), dr. Henry Wibowo, MARS, Sp.And (Wadir Pelayanan dan Operasional RSTKA), serta dr. Herni Suprapti, M.Kes (Wadir Umum dan Keuangan RSTKA) .
Baca juga: Dipadati Fans, Begini Situasi di Rumah Sakit Tempat Jenazah Jonghyun SHINee Berada
Menurut Pudjo, ide membuat rumah sakit terapung ini sudah cukup lama. Gagasan awalnya berasal dari dr. Agus Harianto.
Agus memiliki ide tersebut terinspirasi ketika ia bertugas cukup lama di kawasan Maluku setelah lulus dari dokter umum serta paska lulus spesialis bedah kedokteran Unair.
Selama berada di kawasan Indonesia Timur ia tahu persis bagaimana minimnya pelayanan kesehatan pada masyarakat pesisir maupun kawasan perbatasan.
“Lalu pada tahun 2016 dalam sebuah seminar ide tersebut dimunculkan dan Alhamdulillah para alumni yang hadir langsung sepakat,” papar Pudjo.
Setelah berdiskusi, kemudian disepakati kapal kayu yang akan dibuat adalah jenis phinisi dengan lebar 7,2 meter dan 27 meter.
Phinisi sebagai pilihan tak hanya efektif, kuat tetapi dari segi artistik bentuknya sangat menarik.
“Phinisi bentuknya romantic dengan layar terbentang indah dan gagah,” kata Pudjo lagi.
DANA SAWERAN
Lalu dibentuklah panitia kecil sekaligus mengumpulkan uang saweran yang saat itu terkumpul sebanyak Rp 100 juta.
Uang tersebut kemudian dikirimkan ke seorang ahli pembuat kapal tradisional di Takalar, Sulawesi sebagai uang tanda jadi.
“Jujur saja saat itu diantara kami tidak ada yang paham tentang kapal jadi dalam perjalanan waktu memang banyak kejadian-kejadian lucu,” timpal dr. Agus Harianto sambil tertawa.
Namun meski ide tersebut diwujdukan secara spontan tapi bukan berarti berjalan mulus. Dalam rentang waktu proses pembuatan itu penuh “drama” lantaran minimnya dana.
Karena tidak bisa memberi uang secara tunai maka timnya kadang cuma bisa mengirim uang sesuai dengan kebutuhan si pembuat kapal.
“Kadang si pembuat butuh 25 batang kayu, maka kita disini cari dana atau patungan untuk membeli uang sejumlah harga kayu tersebut,” kenang dr. Herni sambil tertawa.
Bahkan lanjut Pudjo, di tengah himpitan dana tersebut dr. Herni melakukan berbagai cara salah satu diantaranya menjual kaos bergambar RSTKA.
Kaos tersebut dijual di acara seminar-seminar di kampus kemudian sebagian keuntungannya dimasukkan ke dana Yayasan Kstaria Medika Airlangga, yayasan yang didirikan untuk mewadahi RSTKA.
“Pokoknya perjuangan tim ini benar-benar gila, mereka ini berdarah-darah untuk mewujudkan mimpi berdirinya RSTKA ini,” papar Pudjo sambil jelaskan bahwa salah satu tim yang bertugas blusukan mencari dana adalah dr. Henry Wibowo.
Baca juga: Ternyata Hamish Daud Sempat Puluhan Kali Masuk Rumah Sakit
Setelah tim bergerak kesana kemari, baik di internal kampus Unair maupun di berbagai perusahaan Pudjo agak sedikti lega mulai mendapat respon.
Diantaranya adalah dari Amirrudin, seorang bankir di Singapura yang ikut getol menggalang dana membantu pendanaan RSTKA.
“Padahal dia ini bukanorang Unair tetapi luar biasa supportnya,” tambah Pudjo.
Di tengah himpitan masalah dana datang Hariyanto, ketua Ikatan Alumni Fak Ekonomi Unair menjadi salah satu donatur.
“Saya menangis ketika Pak Hariyanto memberi kami uang Rp 1 milyar untuk membeli bahan-bahan untuk kapal,” cerita Pudjo yang tim semakin lega setelah menjelang kapal selesai pihak Unair ikut berpartisipasi membantu dengan membelikan mesin kapal.
DESAIN KAMAR OPERASI
Ruangan yang ada di dek selain disekat-sekat sekaligus dinding dan lantainya dipasang plastic vinyl agar kedap serta hygienis.
Untuk atap ruang operasi dipasang lampu khusus untuk menunjang aktivitas para dokter yang tengah melakukan operasi.
“Tata letak RSTKA ini kami setting layaknya di rumah sakit pada umumnya. Jadi ada kamar operasi, kamar pemulihan paska operasi, kamar ganti baju dokter, kamar obat dan lain-lain,” jelas dr. Agus sambil jelaskan harga kapal lengkap hingga peralatan medis di dalamnya senilai sekitar Rp 5 milyar.
Untuk kamar operasi dan ruang pemulihan lanjut Agus sengaja diletakkan di bagian dek paling bawah.
Tujuannya selain lebih tersembunyi dan tidak banyak orang hilir mudik sekaligus lebih stabil terhadap guncangan ombak.
Kesetabilan ini menjadi pertimbangan sebab salah satu tujuan keberadaan RSTKA ini memang terletak pada adanya kamar operasi.
Setelah RSTKA sempurna kemudian pada 25-29 Oktober dilakukan pre-launching dengan melakukan bhakti sosial kesehatan di Pulau Bawean dan berjalan sukses dengan melayani 499 pasien masyarakat setempat.
Bahkan karena kedatangan RSTKA tersebut rumah sakit di Bawean yang semula lama tidak beroperasi sekarang menjadi beroperasi melayani masyarakat umum.
Setelah sukses kemudian dilaunching secara resmi pada 11 Nopember 2017.
DAPAT MURI
Setelah sukses di Pulau Bawean kemudian dilanjutkan ke Pulau Kangean, Kalimas Surabaya serta terakhir pada Mei 2018 di Pulau Sapeken.
Diantara keempat ekspedisi kemanusiaan tersebut yang paling banyak pasien ketika di Pulau Sapeken, Sumenep, Madura.
Selama tiga hari menangani 1.602 orang pasien 240 orang diantaranya dilakukan operasi.
“Karena banyaknya pasien yang kami tangani akhirnya sampai dapat penghargaan dari MURI, RSTKA dianggap rumah sakit kapal yang paling banyak menangani pasien,” timpal dr. Henry sambil jelaskan karena banyaknya pasien maka tindakan medis dilakukan sampai larut malam.
Baca juga: Kisah Unik Pasangan yang Terlahir di Hari dan Rumah Sakit yang Sama
Yang membuat haru masyarakat begitu bahagia dan penuh semangat menerima kehadiran RSTKA ke daerahnya.
“Dokter Agus ini sampai berkaca-kaca saking bahagiannya RSTKA ini bisa membantu masyarakat pulau terpencil memberikan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma,” tambah dr. Herni sambil tertawa.
Dokter Pudjo menguraikan ketika melakukan ekspedisi ke daerah RSTKA ini mendapat support dari berbagai bidang dokter spesialis.
Ketika ke Pulau Sapeken misalnya melibatkan 40 dokter spesialis mulai dari dokter bedah, anak, penyakit dalam, kandungan, mata juga dokter anestesi.
“Itu belum termasuk perawatnya,” kata Pudjo saking banyaknya dokter dan pasien yang ditangani di kamar operasi sampai himpit-himpitan karena sama-sama menangani pasien.
Pasien yang dilakukan operasi jenis sakitnya beragam, mulai hernia, katarak, bibir sumbing, kelahiran dengan bedah caesar, miom dan banyak lagi.
“Setelah dilakukan operasi pasien akan kita rawat dengan baik, atau kita rawat inapkan di Puskesmas setempat tetapi dengan pengawasan dari pihak RSTKA,” tambah Pudjo.
Saat ini pihaknya makin gembira karena Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia melalui sekjendnya dr. Adib Khumaidi, SpOT mendukung penuh keberadaan RSTKA dalam menjalankan misi kemanusiaan.
Pudjo menjelaskan dalam ekspedisi ke teknisnya kapal bersama ABK berangkat terlebih dahulu kemudian tim dokter menyusul ke lokasi dengan jalan lewat darat atau udara.
Tujuannya selain efektifitas waktu kondisi fisik para tim medis juga harus tetap terjaga. “Kalau tim dokter ikut berlayar sampai ke lokasi tujuan bisa-bisa di lokasi tidak bisa melakukan operasi pasien karena pada mabuk laut semuannya,” kata Pudjo sambil tertawa.
PULUHAN DOKTER SPESIALIS
“Karena semua kita tanggung, pasien benar-benar gratis tanpa harus bayar sepeserpun,” papar Pudjo yang jelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh RSTKA ini bukan mengambil alih pekerjaan rumah sakit setempat tetapi melakukan yang belum bisa dilakukan oleh rumah sakit dimana pasien tinggal.
Sementara dr. Agus Harianto, yang cukup lama bertugas di kawasan Indonesia Timur menguraikan bahwa Indonesia sebagai Negara maritim dengan ribuan pulau maka sistem pelayanan kesehatan berbasis maritim harus diterapkan.
Luas wilayah dengan kondisi sosial masyarakat, pelayanan kesehatan dengan memanafaatkan transportasi laut merupakan salah satu solusi yang paling tepat.
“Sebenarnya apa yang dilakukan oleh RSTKA ini adalah tugas pemerintah, tetapi karena pemerintah belum melaksanakan dengan baik maka kami mencoba untuk berkontribusi sekaligus menjadi pemantik lembaga lain untuk melakukan hal yang sama,” imbuh Agus karena biaya operasional RSTKA cukup besar sehingga untuk menjalankan misinya menerima partisipasi masyarakat luas atau berbagai lembaga.
Kondisi kesehatan masyarakat pulau terpencil menurut Agus sangat memprihatinkan dan mereka seolah pasrah dengan keadaan.
Banyak penderita sakit tertentu tidak bisa ditangani oleh rumah sakit dimana mereka berada karena keterbatasan peralatan juga tenaga medis.
“Bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan tidak ada masalah karena sarana lengkap. Tapi bagi mereka pengidap kanker yang tinggal di pulau terpencil ini masalah besar karena baik tenaga medis maupun saranannya tidak memadahi. Dari contoh ini kalau kita diam saja rasannya tidak fair, itulah salah satu kenapa RSTKA ini kami gagas,” imbuh Agus yang dalam kesempatan lain ingin sharing pada dr. Lie dari Jakarta yang terlebih dulu memiliki RS Terapung.
Selama ini menurut Pudjo, sebelum menuju lokasi ekpedisi berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempatuntuk mengetahui berapa jumlah pasien, jenis sakit dan sejauh mana tingkat kesulitannya.
Pendataan itu perlu dilakukan karena disesuaikan dengan kebutuhan alat kesehatan, jumlah tim medis sampai biaya yang harus dikeluarkan.
Sementara dr. Agus menguraikan bahwa kedepan RSTKA ini akan menjalin hubungan dengan dinas kesehatan atau pemerintah daerah tujuan.
Ia berharap pemerintah sempat bisa membantu menanggung sedikit biaya alat-alat habis pakai misal kain kasa atau lainnya. “Jadi selain meringankan beban kami sekaligus pihak Pemda setempat juga ikut ambil bagian dalam proses pengobatan dan penyembuhan warganya,” imbuh Agus.
Yang menarik, bahwa keberadaan RSTKA ini tidak hanya melakukan bhakti sosial di bidang medis saja tetapi kedepan akan dikembangkan soal pengembangan social ekonomi.
Misalnya, ketika melakukan ekspedisi ke sebuah pulau, satu sisi tim dokter melakukan pelayanan kesehatan tim lain bisa memberikan pelatihan peningkatan ekonomi, pengelolaan lingkungan, pelatihan ternak dan masih banyak lagi.
Menurut dr. Agus, nanti tepat 17 Agustus 2018 ini RSTKA akan melakukan ekspedisi ke kawasan Indonesia Timur cukup lama.
Dari Surabaya langsung menuju Alor, dilanjut bebertapa kepaulauan di Maluku, kemudian nanti berakhir di Papua. “Minimal kita melakukan bhakti sosial kesehatan di 11 lokasi bahkan bisa jadi akan membengkak jumlahnya,” imbuh Agus.
Gandhi Wasono M.
Foto: Gandhi
Pak Tarno Ketiban Rezeki Nomplok Usai Viral Jualan Ikan Cupang, Tangisnya Pecah saat Diberi Sosok ini Rp 50 Juta