(Baca juga: Musdalifah Kaget Saat Suaminya Bawa Istri Muda ke Rumahnya)
Sedang Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, punya argumen yang bersebrangan.
Dikutip kembali dari Kompas, film ini tak layak dipertontonkan kepada anak-anak.
Ini dapat membahayakan psikologi anak-anak.
Baginya, masih ada film sejarah yang lebih mendidik dan layak disaksikan anak-anak.
(Baca juga: Mantan Personil T2 Ini Putuskan Berhijab, Begini Penampilannya Sekarang, Makin Cantik?)
Atas dasar pertimbangan ini, KPAI menghimbau para orang tua harusnya mementingkan hal terbaik bagi anak-anaknya.
Presiden RI saat ini, Joko Widodo, juga menanggapi kabar hangat ini.
Kembali dikutip dari Kompas, Presiden RI menekankan bahwa menonton film, apalagi sejarah, tentu penting.
Tapi bagi generasi milenial, seharusnya dibuatkan lagi film yang lebih sesuai.
(Baca juga: Viral! Dirampok, Mahasiswa Ini Berjuang Lindungi Barang Paling Penting di Hidupnya, Coba Tebak Apa?)
Harus lebih cocok dengan gaya para milenial yang kekinian.
Merespon saran Presiden RI, Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Hilmar Farid, siap untuk memproduksi versi terbaru film tentang tragedi 65.
Dirjen Kebudayaan yang dilantik pada 31 Desember 2015 ini mengaku pihaknya siap untuk menyanggupi permintaan Presiden RI.
Menurutnya, setidaknya ada 2 hal yang harus diperhatikan terkait rencana pembuatan film ini.
(Baca juga: Setelah Berbulan Madu, Fairuz A Rafiq Langsung Jadi Begini, Diapain ya Sama Suaminya?)
Pertama, isi cerita dalam film harus memuat temuan baru soal tragedi tersebut.
Sebab, ada banyak dokumen dan riset baru yang memungkinkan untuk dapat melengkapi cerita.
Kedua, bukan perkara mudah menceritakan sejarah kepada generasi milenial.
Sebab, generasi ini tak memiliki informasi sejarah dan fokus perhatian yang sudah berbeda.
(Baca juga: 5 Posisi Bercinta Ini Bisa Bikin Kamu Merasa Lebih Intim dengan Pasangan, Ada Posisi Seperti Sendok Juga loh)
Agar lebih mengenal generasi milenial, perlu adanya kordinasi dengan lembaga lain, misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Badan Ekonomi Kreatif.
Paling penting lagi, apa sebenarnya yang ingin dicapai dalam film versi baru ini?
Hilmar Farid menekankan film ini harusnya menguatkan karakter dan identitas Bangsa Indonesia.
Dia berpendapat, kontribusi film sejarah harusnya demikian.
(Baca juga: Hati-Hati, Unduh Aplikasi Ini, Banyak Warga Dikeluarkan dari Pekerjaannya, Ternyata Ini Alasan Pemerintah)
bukan justru memperpanjang pro dan kontra.
Penting untuk berdiskusi dengan para pembuat film.
Sebelum dibuat, terlebih dahulu harus ditinjau ulang kembali film sebelumnya.
Apa yang kurang dan bagaimana alur cerita film versi baru yang akan dibuat.
Hal ini dilakukan agar lebih profesional dalam pembuatannya.(*)
Siap Berikan Experience Menarik, Joyland Festival Kembali Hadir pada November 2024
Penulis | : | Ahmad Rifai |
Editor | : | Ahmad Rifai |