Laporan Wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai
Grid.ID - Hanung Bramantyo adalah seorang sutradara yang telah membuat berbagai film populer di Indonesia.
Tak sekedar jadi sutradara, suami Zaskya Adya Mecca ini ternyata juga ngikutin info-info terbaru lho.
Dia cukup aktif untuk memberi komentar di akun Twitter miliknya.
Baru-baru ini muncul wacana film G30S/PKI akan diputar kembali.
(Baca juga: Beredar Himbauan Tonton Film G30S/PKI, Orang Tua Harus Selektif, Ternyata Bisa Berbahaya Bagi Psikologi Anak)
Ternyata, Hanung Bramantyo juga ikut bersuara terkait hal ini.
Sebagai seorang yang bergelut di bidang film, dirinya juga tak mau ketinggalan untuk berkomentar.
Berikut rangkaian cuitan Hanung Bramantyo di akun Twitter pribadinya.
Rangkaian cuitan ini dia tulis kurang lebih di jam 12 siang, 17 September 2017.
(Baca juga: Christine Hakim Dukung Jokowi Bikin Film G30S PKI Versi Baru)
"Lagi rame polemik film G30S/PKI yang mau ditayangkan lagi di TV."
"Hmm, menarik."
"Komentar ah!"
Lagi rame polemik Film G30S/PKI yg mau ditayangkan lagi di TV. Hmm menarik. Komentar ah! ????????
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Film G30S/PKI dibuat," oleh, "sutradara Arifin C Noor."
(Baca juga: Pria Ini Dipaksa Masuk ke Dalam Lubang, Setelah Dia Keluar, Ternyata Mengejutkan!)
"Serius banget bikinnya dan estetik."
"Soal akurat atau tidak itu urusan lain."
"Namanya juga film."
Film G30S/PKI dibuat sutradara Arifin C Noor. Serius bgt bikinya dan estetik. Soal akurat ato tidak itu urusan lain. Namanya juga film ????
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Saya ngefans banget sama film G30S/PKI karena unsur sinematik di dalamnya sangat kaya dan cerdas."
(Baca juga: Tidak Hanya Peselisihan, Nafa Urbach Gugat Cerai Zack Lee Diduga Karena Ini...?)
"Aktor-aktor yang memerankan sangat meyakinkan."
Saa ngefans bgt ama Film G30S karena unsur sinematik didalamnya sangat kaya dan cerdas. Aktor2 yg memerankan sangat meyakinkan.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Kalau tujuan film G30S/PKI diputar lagi biar penonton paham peristiwa sebenarnya di malam 30 September 1865, menurut saya kok gak tepat yah."
"Kenapa?"
Kalo tujuan Film G30S diputar lagi biar penonton paham peristiwa sebenernya di malam 30 sept 65. Menurut sy kok gak tepat yah. Kenapa?
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-1, film adalah realitas yang diciptakan."
"Bukan realitas yang sebenarnya."
"Dia diciptakan oleh Produser-Sutradara-Penulis Skenario."
1. Film adalah Realitas yang diciptakan. BUKAN realitas sebenarnya. Dia diciptakan oleh Producer-Sutradara-Penulis Skenario
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-2, sejak awal penemuannya, film selain diyakini sebagai temuan teknologi, juga diyakini sebagai seni mengelabuhi penonton."
2. Sejak awal penemuannya Film selain diyakin sbg temuan teknologi juga diyakini sbg SENI MENGELABUHI ( TRICK ) penonton.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
Ternyata Hanung Bramantyo tak menyebutkan poin ke-3.
Entah poin angka terlompati atau karena dihapus.
Lalu dia melanjutkan poin ke-4.
"Ke-4, tengok link ini."
(Baca juga: Mantan Personil T2 Ini Putuskan Berhijab, Begini Penampilannya Sekarang, Makin Cantik?)
4. Tengok Link ini https://t.co/x5eie5Blz7 atau https://t.co/bwmPRgfuA1
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-5, jagoan atau lawan bisa perseorangan atau kelompok."
"Seperti Avengers, Three Musketer, dan sebagainya."
"Demikian halnya dengan lawan."
5. Jagoan atau Lawan bisa perseorangan ato kelompok. Seperti Avenger, Three Musketer, dsb. Demikian halnya dengan Lawan.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-6, film disebut realitas yang subyektif."
(Baca juga: Musdalifah Kaget Saat Suaminya Bawa Istri Muda ke Rumahnya)
"Terlihat dari bagaimana dia membingkai peristiwa (Framing)."
6. Film disebut Realitas Yang Subyektif juga terlihat dari begaimana dia Membingkai peristiwa ( Framing ).
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-7, Kehidupan (Realitas) yang tersaji dalam banyak peristiwa tersebut dipilih sesuai dengan visi eksekutif produser dengan tujuan tertentu."
7. Kehidupan ( Realitas ) yg tersaji dalam byk peristiwa tsb dipilih sesuai dengan VISI Eksekutif Producer dg tujuan tertentu.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-8, tujuan tertentu itu bisa murni bisnis, atau membentuk opini tertentu."
"Seperti yang dilakukan Hitler atau Jepang dengan film-film propagandanya."
(Baca juga: Setelah Berbulan Madu, Fairuz A Rafiq Langsung Jadi Begini, Diapain ya Sama Suaminya?)
8. Tujuan tertentu itu bisa murni bisnis, atau membentuk opini tertentu. Seperti yg dilakukan Hitler ato Jepang dg film2 Propagandanya.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-9, eksekutif produser kemudian meminta produser untuk merealisasikan visinya."
"Mengemasnya secara kreatif dan entertaining."
9. Eksekutif Producer kemudian meminta Producer untuk merealisasikan VISINYA. Mengemasnya secara kreatif dan entertaining.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-10, produser lalu memilih penulis skenario untuk menuliskan visi dari eksekutif produser tersebut."
"Lalu dihidupkan oleh sutradara ke layar."
(Baca juga: Viral! Dirampok, Mahasiswa Ini Berjuang Lindungi Barang Paling Penting di Hidupnya, Coba Tebak Apa?)
10. Producer lalu memilih Penulis Skenario untuk menuliskan Visi dari eksekutif producer tsb, lalu di HIDUP kan oleh Sutradara ke layar
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-11, lewat tangan Sutradara-Produser-Penulis Skenario, aktor dipilih, set dibangun."
"Lalu," kemudian, "direkam."
"Woala!"
"Realitas tercipta dalam layar."
(Baca juga: Ingat Bintang Iklan Menggemaskan Ini? Sekarang Afiqah Terlihat Cantik dan Tetap Imut loh)
11. Lewat tangan Sutradara-Producer-Penulis, Aktor dipilih, Set dibangun. Lalu direkam. woala! Realitas tercipta dalam Layar.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-12, oh ya, ditambah musik atau narasi agar lebih tergambar nuansa dramatisnya."
12. Oh ya, ditambah music atau Narasi agar lebih tergambar nuansa dramatisnya ????
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-13, realitas tersebut membentuk sudut pandang."
"Subyektifitas tergambar."
"Itu yang diapresiasi."
"Bukan semata-mata," malah, "dipercayai!"
13. Realitas tsb membentuk sudut pandang. Subyektifitas tergambar. Itu yang DIAPRESIASI. Bukan semata-mata DIPERCAYAI.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-14, pandangan ini, buat saya, berlaku untuk semua jenis film."
"Fiksi, sejarah," dan, "non-fiksi."
"Termasuk doku-drama seperti film G30S/PKI."
(Baca juga: Hati-Hati, Unduh Aplikasi Ini, Banyak Warga Dikeluarkan dari Pekerjaannya, Ternyata Ini Alasan Pemerintah)
14. Pandangan ini, buat sy, berlaku untuk semua jenis FILM. Fiksi, sejarah, Non-Fiksi. Termasuk doku-drama seperti Film G30S/PKI
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-15, pembuat film berhak mengklaim sudut pandang tersebut akurat, sesuai data, didukung sejarawan kelas wahid."
"Itu sah banget!!!"
15. Pembuat Film berhak m'klaim Sudut Pandang tersebut akurat. Sesuai data. didukung sejarawan kelas Wahid. Itu SAH bianget!! ????
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-16, itu memang tanggung jawabnya untuk meyakinkan penonton agar menonton film tersebut."
16. Itu memang tanggung jawabnya untuk meyakinkan penonton agar menonton film tersebut.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-17, Jadi kalau film G30S/PKI diputar lagi, anggap saja seperti sinetron re-run seperti Tersanjung."
(Baca juga: Hidup Dalam Era Pengawasan Massal, Inilah 5 Aplikasi Smartphone yang Bisa Lindungi Aktivitasmu di Dunia Daring)
"Kalau tak suka ya matikan saja TV-nya."
17. Jadi kalo Film G30S diputar lagi, anggap aja seperti sinetron Re-Run kayak tersanjung ????. Kalo ndak suka ya matikan saja TV nya.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-18, buat saya, gak ada yang salah di film G30S/PKI."
"Karena, visi eksekutif produsernya jelas."
"Membuat penonton membenci PKI dan memuja orde baru."
(Baaca juga: iPhone X, Ponsel dengan Teknologi Paling Rentan?)
18. Buat saya, gak ada yg salah di Film G30S. Karena Visi Eksekutif Producernya jelas. Membuat penonton membenci PKI dan memuja orde baru????????
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-19, sebagai sutradara, Arifin C Noer, berhasil menyajikan horor di Lubang Buaya."
"Tentunya berdasar sudut pandang eksekutif produser (Orde Baru)."
19. Sbg Sutradara, Arifin berhasil
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
menyajikan Horor di Lubang Buaya. Tentunya berdasar sudut pandang Eksekutif Producer ( Orde Baru ).
"Ke-20, terus terang kalau sampai sekarang, kalau saya nonton sendirian juga masih keder."
20. Terus terang kalo ampe sekarang kalo saya nonton sendirian juga masih keder.
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-21, kalau ada yang terganggu dengan subyektivitas di film G30S/PKI, ya silahkan bikin versi lain."
"Itulah demokrasi."
"(Eh? Kita masih demokrasi gak sih?)"
21. Kalo ada yg terganggu dg Subyektifitas di Film G30S ya silakan bikin versi lain. Itulah Demokrasi. (Eh?Kita msh demokrasi gak sih?????
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
"Ke-22, Demikian pandangan saya soal film G30S/PKI yang mau tayang."
"Gak penting sih."
(Baca juga: Sistem Pada Otak Robot Makin Otonom, Benarkah Manusia Akan Jadi Rongsokan di Masa Depan?)
"Tapi biarin deh, lama gak asal ngomong di Twitter soalnya."
22. Demikian pandangan saya soal film G30S yg mau tayang. Gak penting sih. Tapi biarin deh, lama gak nggambleh di Twiter soalnya ????????
— hanung bramantyo (@Hanungbramantyo) September 17, 2017
Demikian cuitan Hanung Bramantyo di Twitter soal film yang katanya akan diputar.
Kalau menurut kamu sendiri bagaiamana?
Beredar Himbauan Tonton Film G30S/PKI, Orang Tua Harus Selektif, Ternyata Bisa Berbahaya Bagi Psikologi Anak
Menjelang akhir bulan September atau di awal bulan Oktober, pembahasan seputar tragedi 65 akan selalu ramai diperbincangkan.
Bagi seorang sejarawan, John Roosa, tragadi di tahun 1965 dan sesudahnya adalah tahun yang tak pernah berakhir.
Di tahun ini, jalinan antar generasi, sebelum tragedi 65 dan sesudahnya, terputus.
Tiap tahun, isu ini pasti akan terus diperbincangkan bagai mimpi buruk yang tak pernah selesai.
(Baca juga: Anak Bisa Muntahkan Jantung, Hidup Malang Hanya Bersama Sang Ibu, Videonya Menyayat Hati)
Tahun ini berbeda, karena ditambah makin ramai dengan kicauan di dunia daring.
Muncul kontroversi seputar rencana pemutaran kembali film G30S/PKI.
Dikutip wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai, dari Kompas, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memerintahkan kepada seluruh jajaran TNI dan menghimbau masyarakat untuk memutar film yang sebenarnya telah dihentikan tayang sejak 1998.
Kembali dikutip dari Kompas, film produksi Perum Produksi Film Negara (PPFN) ini dibuat pada tahun 1984.
(Baca juga: Tidak Hanya Peselisihan, Nafa Urbach Gugat Cerai Zack Lee Diduga Karena Ini...?)
Film ini disutradari dan ditulis oleh Arifin C Noer.
Diproduksi selama 2 tahun dengan memakan anggaran sebesar 8 ratus juta kala itu.
Oleh para pembuatnya, ini merupakan film dokudrama, sebuah film drama dokumenter.
Bukan film dokementer.
(Baca juga: Pria Ini Dipaksa Masuk ke Dalam Lubang, Setelah Dia Keluar, Ternyata Mengejutkan!)
Film dokumenter adalah jenis film yang mendokumentasikan kenyataan.
Sedang film dokudrama menampilkan reka ulang yang didramatisasi dari peristiwa sejarah sebenarnya.
Selesai dibuat, film ini rutin diputar di bioskop nasional dan TVRI, kurang lebih beredar selama 13 tahun.
Kembali dikutip dari Kompas, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo beralasan ingin mengajak warga negara untuk tak lupa dengan sejarah kelam Indonesia.
Namun, kembali dikutip dari Kompas, ketua Sekretariat Nasional Perlindungan Anak (Seknas PA), tak setuju dengan rencana pemutaran film G30S/PKI.
Samsul Ridwan mengajak semua pihak untuk berpikir.
Apakah dengan pemutaran film ini secara terbuka akan benar memberikan edukasi kepada anak-anak?
"Ada adegan pembunuhan, pembantaian, penculikan, dan sebagainya."
(Baca juga: Gugat Cerai Zack Lee, Nafa Urbach Tetap Setia dengan Penampilannya yang Seperti Ini)
Tentu akan, "berpengaruh pada psikologi anak."
"Dikhawatirkan, film ini dapat menimbulkan dendam dan mengintimidasi," untuk melakukan kekerasan.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, sebelumnya tak keberatan dengan rencana pemutaran kembali film ini.
Kembali dikutip dari Kompas, baginya film ini sangat baik untuk mengenalkan sejarah kepada generasi muda Indonesia.
(Baca juga: Musdalifah Kaget Saat Suaminya Bawa Istri Muda ke Rumahnya)
Sedang Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, punya argumen yang bersebrangan.
Dikutip kembali dari Kompas, film ini tak layak dipertontonkan kepada anak-anak.
Ini dapat membahayakan psikologi anak-anak.
Baginya, masih ada film sejarah yang lebih mendidik dan layak disaksikan anak-anak.
(Baca juga: Mantan Personil T2 Ini Putuskan Berhijab, Begini Penampilannya Sekarang, Makin Cantik?)
Atas dasar pertimbangan ini, KPAI menghimbau para orang tua harusnya mementingkan hal terbaik bagi anak-anaknya.
Presiden RI saat ini, Joko Widodo, juga menanggapi kabar hangat ini.
Kembali dikutip dari Kompas, Presiden RI menekankan bahwa menonton film, apalagi sejarah, tentu penting.
Tapi bagi generasi milenial, seharusnya dibuatkan lagi film yang lebih sesuai.
(Baca juga: Viral! Dirampok, Mahasiswa Ini Berjuang Lindungi Barang Paling Penting di Hidupnya, Coba Tebak Apa?)
Harus lebih cocok dengan gaya para milenial yang kekinian.
Merespon saran Presiden RI, Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Hilmar Farid, siap untuk memproduksi versi terbaru film tentang tragedi 65.
Dirjen Kebudayaan yang dilantik pada 31 Desember 2015 ini mengaku pihaknya siap untuk menyanggupi permintaan Presiden RI.
Menurutnya, setidaknya ada 2 hal yang harus diperhatikan terkait rencana pembuatan film ini.
(Baca juga: Setelah Berbulan Madu, Fairuz A Rafiq Langsung Jadi Begini, Diapain ya Sama Suaminya?)
Pertama, isi cerita dalam film harus memuat temuan baru soal tragedi tersebut.
Sebab, ada banyak dokumen dan riset baru yang memungkinkan untuk dapat melengkapi cerita.
Kedua, bukan perkara mudah menceritakan sejarah kepada generasi milenial.
Sebab, generasi ini tak memiliki informasi sejarah dan fokus perhatian yang sudah berbeda.
(Baca juga: 5 Posisi Bercinta Ini Bisa Bikin Kamu Merasa Lebih Intim dengan Pasangan, Ada Posisi Seperti Sendok Juga loh)
Agar lebih mengenal generasi milenial, perlu adanya kordinasi dengan lembaga lain, misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Badan Ekonomi Kreatif.
Paling penting lagi, apa sebenarnya yang ingin dicapai dalam film versi baru ini?
Hilmar Farid menekankan film ini harusnya menguatkan karakter dan identitas Bangsa Indonesia.
Dia berpendapat, kontribusi film sejarah harusnya demikian.
(Baca juga: Hati-Hati, Unduh Aplikasi Ini, Banyak Warga Dikeluarkan dari Pekerjaannya, Ternyata Ini Alasan Pemerintah)
bukan justru memperpanjang pro dan kontra.
Penting untuk berdiskusi dengan para pembuat film.
Sebelum dibuat, terlebih dahulu harus ditinjau ulang kembali film sebelumnya.
Apa yang kurang dan bagaimana alur cerita film versi baru yang akan dibuat.
Hal ini dilakukan agar lebih profesional dalam pembuatannya.(*)
Sarankan Pihak Husin Kamal Damai dengan Ratna Sarumpaet, Atiqah Hasiholan: Harus Ada Itikad Baik
Penulis | : | Ahmad Rifai |
Editor | : | Ahmad Rifai |